EMOSI REMAJA
A.
PENGERTIAN EMOSI
Emosi adalah sebagai sesuatu suasana
yang kompleks (a complex feeling state)
dan getaran jiwa ( a strid up state )
yang menyertai atau munculnya sebelum dan sesudah terjadinya perilaku.
(Syamsudin, 2005:114).
Menurut Daniel Goleman (2002:
411) refers to a feeling of emotions and thoughts are typical, a biological
and psychological circumstances and a series of tendencies to act. Emotion is basically the impetus to act.
Emotion-related physiological changes and various
thoughts. So, emotion is one important
aspect of human life, because emotions can be a motivator of behavior in terms
of increase, but also can interfere with human intentional behavior. (Prawitasari, 1995)
Sementarai itu, Chaplin
(1989) dalam Dictionary of Psychologi mendefinisikan emosi sebagai suatu keadaan
yang terangsang oleh organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang
mendalam sifatnya dari perubahan perilaku. Chaplin (1989) (dalam M. Ali dan M.
Asrori, 2004:62 ) membedakan emosi dengan perasaan, dan dia mendefinisikan
perasaan (feelings) adalah pengalaman
disadari yang diaktifkan baik dari perangsang eksternal maupun oleh
bermacam-macam keadaan jasmaniah.
Sedangkan menurut Crow & crow (1958) (dalam Sunarto, 2002:149) emosi
adalah “An emotion, is an affective
experience that accompanies generalized inner adjustment and mental
physiological stirred up states in the individual, and that shows it self in
his overt behavior.” Jadi emosi adalah pengalaman afektif yang disertai
penyesuaian dari dalam diri individu tentang keadaan mental dan fisik dan
berwujud suatu tingkah laku yang tampak.
Definisi lain menyatakan bahwa emosi adalah suatu respons terhadap suatu
perangsang yang menyebabkan perubahan fisiologis disertai perasaan yang kuat
dan biasanya mengandung kemungkinan untuk meletus. Respons demikian terjadi
baik terhadap perangsang-perangsang eksternal maupun internal (Soegarda
Poerbakawatja, 1882) ( dalam M. Ali dan M. Asrori, 2004:62 ). Dengan definisi
ini semakin jelas perbedaan antara emosi dengan perasaan, bahkan disini tampak
jelas bahwa perasaan termasuk ke dalam emosi atau menjadi bagian dari emosi.
B.
BENTUK-BENTUK EMOSI
Meskipun emosi itu sedemikan
kompleksnya, namun Daniel Goleman (1995) (dalam M. Ali dan M. Asrori, 2004:63)
mengidentifikasi sejumlah kelompok emosi, yaitu sebagai berikut.
1.
Amarah, di dalamnya meliputi brutal, mengamuk, benci, marah
besar, jengkel, kesal hati, terganggu, bermusuhan, tindak kekerasan, dan
kebencian patologis.
2.
Kesedihan, di dalamnya meliputi pedih, sedih, muram, suram,
melankolis, mengasihani diri, kesepian, di tolak, putus asa, dan depresi.
3.
Rasa takut, di dalamnya meliputi cemas, takut, gugup,
khawatir, waswas, perasaan takut sekali, sedih, waspada, tidak tenang, ngeri,
kecut, panik, dan phobia.
4.
Kenikmatan, di dalamnya meliputi bahagia, gembira, ringan
puas, riang, senang, terhibur, bangga, kenikmatan indrawi, takjub, terpesona,
puas, rasa terpenuhi, girang, senang sekali, dan mania.
5.
Cinta, di dalamnya meliputi penerimaan, persahabatan,
kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, kasmaran, dan kasih
saying.
6.
Terkejut, di dalamnya meliputi terkesiap, takjub, dan
terpana.
7.
Jengkel, di dalamnya meliputi hina, jijik, muak, mual, benci,
tidak suka, dan mau muntah.
8.
Malu, di dalamnya meliputi rasa bersalah, malu hati, kesal
hati, menyesal, hina, aib, dan hati hancur lebur.
Dari deretan
daftar emosi tersebut, berdasarkan temuan penelitian Paul Ekman dari Universitas of California di San
Francisco (Goleman, 1995) (dalam M. Ali dan M. Asrori, 2004:63) ternyata ada
bahasa emosi yang dikenal oleh bangsa-bangsa di seluruh dunia, yaitu emosi yang
diwujudkan dalam bentuk ekspresi wajah yang didalamnya mengandung emosi takut,
marah, sedih dan senang.
Daniel Goleman (2002: 411) suggests some kind of emotion that
do not vary much with the two figures above, namely:
a. Anger: fury, rage, hate, annoyed, upset the
liver
b. Sadness: bitter, sad, somber, gloomy,
melancholy, self love, despair
c. Fear: anxiety, nervousness, worry, anxiety,
feeling scared, wary, edgy, horror
d. Enjoyment: happiness, happy, cheerful, happy,
cheerful, happy, amused, proud
e. Love: acceptance, friendship, trust,
kindness, sense of close, devotion, respect, and affection
f. Surprised: gasped, surprised
g. Annoyed: contemptible, contempt, disgust,
nausea, dislike
h. embarrassed: embarrassed, upset
C.
HUBUNGAN ATARA EMOSI DAN
TINGKAH LAKU
Fear or
anger can cause people to tremble. In fear, a dry mouth, rapid heart beat, the
swift flow of blood or blood pressure, and digestive system may change during
the appearance of emotion. Emotional state that is fun and relaxed serve as
auxiliaries to digest, while the displeasure will obstruct or interfere with
the digestive process.
Inflammation in the
stomach or stomach, diarrhea, and constipation are conditions that are known
for the occurrence associated with emotional disorders. Normal emotional state
is very beneficial for health. Emotional disorders can also cause difficulty in
speaking. Emotional tension is quite a long time may cause a person stutters.
Many situations that arise at school or in a group that can cause someone to be
quiet.
Melalui teori kecerdasan
emosional yang dikembangkannya, Daniel Goleman (1995) (dalam M. Ali dan M.
Asrori, 2004:64) mengemukakan sejumlah ciri utama pikiran emosional sebagai
bukti bahawa emosi memainkan perasaan penting dalam pola berpikir maupun
tingkah laku individu. Adapun cirri utama pikiran emosional tersebut adalah
sebagai berikut:
1.
Respons dan Cepat Tetapi
Ceroboh
Dikatakan bahwa pikiran yang emosional itu ternyata jauh lebih cepat
daripada pikiran yang rasionalkarena pikiran emosional sesungguhnya langsung
melompat bertindak tanpa mempertimbangkan apa pun yang akan di lakukannya.
Karena kecepatannya itu sehingga sikap hati-hati dan proses analitis dalam
berfikir di kesampingkan begitu saja sehingga tidak jarang menjadi ceroboh.
Namun demikian di sisi lain, pemikiran emosional ini juga memiliki suatu
kelebihan, yaitu membawa rasa kepastian yang sangat kuat dan di luar jangkauan
norma sebagaimana yang dilakuakan oleh pikiran rasional. Misalnya, seseorang
wanita yang karena sangat takut dan terkejutnya melihat binatang yang selama
ini ditakutinya sehingga ia mampu melompat parit yang menurut ukuran pikiran
rasional tidak mungkin dapat dilakukannya.
2.
Mendahulukan Perasaan
Kemudian Pikiran
Pada dasarnya, pikiran rasional sesungguhnya membutuhkan waktu sedikit
lama dibandingkan dengan pikiran emosional sehingga dorongan yang lebih dahulu
muncul adalah dorongan hati atau emosi, kemudian dorongan pikiran. Dalam urutan
respons yang cepat, perasaan mendahului atau minimal berjalan serempak dengan
pikiran. Reaksi emosional gerak cepat ini lebih tampak menonjol dalam
situasi-situasi yang mendesak dan membutuhkan tindakan penyelamatan diri.
Keputusan model ini menyiapkan individu dalam sekejap untuk siap siaga
menghadapi keadaan darurat. Disinilah keuntungan keputusan-keputusan cepat yang
didahului oleh perasaan dan emosi. Namun demikian, di sisi lain ada juga reaksi
emosional jenis lambat yang lebih dahulu melakukan penggodokan dalam pikiran
sebelum mengalirkannya ke dalam perasaan. Keputusan model kedua ini sifatnya
lebih sengaja dan biasanya individu lebih sadar terhadap gagasan-gagasan yang
akan dikemukakannya. Dalam reaksi emosional jenis ini, ada suatu pemahaman yang
lebih luas dan pikiran memainkan peranan kunci dalam menentukan emosi-emosi apa
yang akan dicetuskannya.
3.
Memperlakukan Realitas
sebagai Realitas Simbolik
Logika pikiran emosional yang disebut juga logika hati bersifat
asosiatif. Artinya, memandang unsur-unsur yang melambangkan suatu realitas itu
sama dengan realitas itu sendiri. Oleh
sebab itu, seringkali berbagai perumpamaan, pantun, kiasan, gambaran, karya
seni, novel, film, puisi, nyanyian, opera, dan teater secara langsung ditujukan
kepada pikiran emosional. Para ulama, penyiar agama, dan para guru spiritual
termansyur ketika menyampaikan ajaran-ajarannya senantiasa berusaha menyentuh
hati para pengikutnya dengan cara berbicara dalam bahasa emosi, dan mengejar
melalui perumpamaan, fable, ibarat, dan kisah-kisah yang sangat menyentuh
perasaan. Oleh karana itu, ajaran orang-orang bijak dengan cepat mudah
dimengerti, dihayati, dan diterima oleh para pengikutnya. Jika dilihat dari
sudut pandang pikiran rasional, sesungguhnya symbol-simbol dan berbagai ritual
keagamaan tidak seemikian bermakna jika dibandingkan dengan sudut pandang pikiran
emosional.
4.
Masa Lampau Diposisikan
Sebagai Masa Sekarang
Dari sudut pandang ini, apabila sejumlah ciri suatu peristiwa tampak
serupa dengan kenangan masa lampau yang mengandung muatan emosi maka pikiran
emosional akan menanggapinya dengan memicu perasaan yang berkaitan dengan
peristiwa yang diingat. Pikiran emosional bereaksi terhadap keadaan sekarang
seolah-olah keadaan itu adalah masa lampau. Kesulitannya adalah terutama
apabila penilaian terhadap masa lampau itu cepat dan otomatis, barngkali kita
tidak menyadari bahwa yang dahulu memang begitu, ternyata sekarang sudah tidak
lagi seperti itu. Dalam konteks ini, Sigmund Freud melukiskan dengan bagus
sekali, yaitu bahwa seseorang yang pada masa kanak-kanak sering mendapat
pukulan yang menyakitkan, setelah dewasa akan berreaksi terhadap hardikan atau
kemarahan dengan perasaan yang sangat kuat atau kebencian., meskipun sebenarnya
hardikan atau kemarahan itu tidak lagi menimbulkan ancaman seperti yang dialami
pada masa lampau.
5.
Realitas yang Ditentukan oleh
Keadaan
Pikiran emosional individu banyak ditentukan oleh keadaan dan didektekan
oleh perasaan tertentu yang sedang menonjol pada waktu itu. Cara seseorang
berfikir dan bertindak pada saat merasa senang dan romantis akan sangat berbeda
dengan perilakunya ketika sedang dalam keadaan sedih, marah atau cemas. Dalam
mekanisme emosi itu ada repertoar pikiran, reaksi, bahkaningatannya sendiri.
Repertoar menjadi sangat menonjol pada saat disertai intensitas emosi yang
tinggi.
Selain teori
kecerdasan emosional yang dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan atau
pengaruh emosi terhadap tingkah laku, ada juga sejumlah teori emosi yang yang lain
yang juga menjelaskannya. Adapun teori-teori tersebut adalah sebagai berikut :
- Teori Sentral
Teori sentral
ini dikemukaka oleh Walter B. Canon. Menurut teori ini, gejala kejasmanian
termasuk tingkah laku merupakan akibat dari emosi yang di alami oleh individu.
Jadi, individu mengalami perubahan-perubahan dalam jasmaninya. Dengan demikian
menurut teori ini dapat dikatakan bahwa emosilah yang menimbulkan tingkah laku
dan bukan sebaliknya.
- Teori Periperal
Teori ini
dikemukakan oleh James dan Lange. Menurut teori ini dikatakan bahwa
gejala-gejala kejasmanian atau tingkah laku seseorang bukanlah merupakan
akaibat dari emosi, melainkan emosi yang di alami oleh individu itu sebagai
akibat dari gejala-gejala kejasmanian. Menurut teori ini seorang bukan menangis
karena sedih, tetapi karena menangis ia menjadi sedih. Seandainya seseorang
tidak menangis , kemungkinan tidak akan teramat sedih. Dengan demikian menurut
teori ini dapat dikatakan bahwa tingkah laku yang menimbulkan emosi dan bukan
sebaliknya.
- Teori Kepribadian
Menurut teori ini emosi
merupakan suatu aktifitas pribadi dimana pribadi ini tidak dapat
dipisah-pisahkan. Oleh karena itu, emosi meliputi perubahan- perubahan jasmani.
- Teori kedaruratan
Emosi
Teori ini
dikemukakan oleh Cannon. Teori ini mengemukakan bahwa reaksi yang mendalam dari
kecepatan jantung yang semakin bertambah akan menambah cepatnya aliran darah
menuju ke urat-urat, hambatan pada pencernaan, pengembangan atau pemuaian
kantung-kantung di dalam paru-paru dan proses lainnya yang mencirikan secara
khas keadaan emosional seseorang, kemudian menyiapkan organisme untuk melarikan
diri atau berkelahi, sesuai dengan penilain terhadap situasi yang ada oleh
kulit otak ( Chaplin, 1989) (dalam M. Ali dan M. Asrori, 2004:67)
D.
KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN
EMOSI REMAJA
Secara tradisional masa
remaja dianggap sebagai periode “badai dan tekanan”, suatu masa dimana
ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar.
Meningginya emosi terutama karena anak laki-laki dan perempuan berada dibawah
tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru, sedangkan selama masa kanak-kanak
ia kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan-keadaan itu.
Tidak semua remaja
mengalami masa badai dan tekanan. Namun benar juga bila sebagian besar remaja
mengalami ketidak stabilan dari waktu ke waktu sebagai konsekuensi dari usaha
penyesuaian diri pada pola prilaku baru dan harapan sosial yang baru. (Hurlock,
2002 :213).
Masa remaja merupakan masa peralihan antar masa anak-anak ke masa dewasa.
Pada masa ini, remaja mengalami
perkembangan mencapai kematangan fisik, mental, social, dan emosional.
Umumnya, masa ini berlangsung sekitar umur 13 tahun sampai 18 tahun, yaitu masa
anak duduk di bangku sekolah menengah. Masa ini biasanya dirasakan sebagai masa
sulit, baik bagi remaja sendiri maupun bagi keluarga, atau lingkungannya.
Karena berada pada masa peralihan antara masa anak-anak dan masa dewasa,
status remaja agak kabur, baik bagi dirinya maupun bagi lingkungannya. Conny
Semiawan (1989) (dalam M. Ali dan M. Asrori, 2004:67) mengibaratkan: terlalu besar untuk serbet, terlalu kecil
untuk meja karena sudah bukan anak-anak lagi tapi juga belum dewasa. Masa
remaja biasanya memiliki energi yang besar, emosi berkobar-kobar, sedangkan
pengendalian diri belum sempurna. Remaja juga seringing mengalami perasaan
tidak aman, tidak tenang dan khawatir kesepian.
Secara garis beasr, masa remaja dapt dibagi kedalam empat periode, yaitu
periode praremaja, remaja awal, remaj tewngah, dan remaja akhir. Adapun
karakteristik untuk setiap periode adalah sebagiamana dipaparkan berikut ini:
1.
Periode Praremaja
Selama periode
ini terjadi gejala-gejala yang hamper sama antara remaja pria atau wanita.
Perubahan fisik belum tampak jelas, tetapi pada remaja putrid biasanya
memperlihatkan penambahan berat bdan yang cepat sehingga mereka merasa gemuk.
Gerakan-gerakan mereka mulai menjadi kaku. Perubahan ini disertai sifat
kepekaan terhadap rangsangan dari luar dan respons mereka biasanya berlebihan
sehingga mereka mudah tersinggung dan cengeng, tetapi juga cepat merasa senang
bahkan meledak-ledak.
2.
Periode Remaja Awal
Selama periode
ini perkembangan fisik yang semaki tampak adalah perubahan fungsi alat kelamin.
Karena perubahan alat kelamin semakin nyata, remaj sering mengalami kesukaran
dalam menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan itu. Akibatnya, tidak jarang
mereka cenderung menyendiri sehingga merasa terasing, kurang perhatian orang
lain, atau bahkan merasa tidak ada orang yang mau mempedulikannya. Control
terhadap dirinya bertambah sulit dan mereka cepat marah dengan cara-cara yang
kurang wajar untuk meyakinkan dunia sekitarnya. Perilaku seperti ini
sesungguhnya terjadi karena adanya kecemasan terhadap dirinya sendiri sehingga
muncul dalam reaksi yang kadang-kadang tidak wajar.
3.
Periode Remaja Tengah
Tanggung jawab
hidup yang harus semakin ditingkatkan oleh remaja, yaitu mampu memikul sendiri
juga menjadi masalah tersendiri bagi mereka. Karena tuntutan tanggung jawab
tidak hanya datang dari orng tua atau anggota keluarganyatetapi juga dari
masyarakat sekitarnya. Tidak jarang masyarakat juga menjadi masalah bagi
remaja. Melihat fenomena yang sering terjadi dalam masyarakat yang sering kali
juga menunjukkna adanya kontradisi dengan nilai-nilai moral yang mereka ketahui
, tidak jarang remaja mulai meragukan tentang apa yang disebut baik atau buruk.
Akibatnya, remaja sering kali ingin
membentuk nilai-nilai mereka sendiri yang mereka anggap benar, baik, dan pantasn
untuk dikembangkan di kalangan mereka sendiri. Lebih-lebih jika orang tua atau
orang dewasa di sekitarnya ingin memaksakan nilai-nilainya agar dipatuhi oleh
remaj tanpa disertai dengan alasan yang masuk akal menurut mereka.
4.
Periode Remaja Akhir
Selama periode
ini remaja mulai memandang dirinya sebagai orang dewasa dan mulai mampu
menunjukkan pemikiran, sikap, perilaku yang semakin dewasa. Oleh sebab itu,
orang tua dan masyarakat mulai memberikan kepercayaan yang selayaknya kepada
mereka. Interaksi dengan orang tua juga menjadi lebih bagus dan lancar karena
mereka sudah memiliki kebebasa penuh seta emosinya pun mulai stabil. Pilihan
arah hidup sudah semakin jelas dan mulai mampu mengambil pilihan dan keputusan
tentang arah hidupnya secara lebih bijaksana meskipun belum bisa secar penuh.
Mereka juga mulai memilih cara-car hidup yang dapat dipertanggungjawabkan
terhadap dirinya sendiri, orang tua, dan masyarakat.
E.
POLA EMOSI REMAJA
Pola emosi remaja adalah sama dengan
pola emosi kanak-kanak. Jenis emosi yang secara normal dialami adalah
cinta/kasih sayang, gembira, amarah, takut dan cemas, cemburu, sedih, dan
lain-lain. Perbedaan yang terlihat terletak pada macam dan derajat rangsangan
yang mengakibatkan emosinya, dan khususnya pola pengendalian yang dilakukan
individu terhadap ungkapan emosi remaja.
a. Cinta atau kasih sayang
Faktor penting
dalam kehidupan remaja adalah kapasitasnya untuk mencintai orang lain dan
kebutuhannya untuk mendapatkan cinta dari orang lain. Kemampuan untuk menerima
cinta sama pentingnya dengan kemampuan
untuk memberinya.Walaupun remaja bergerak ke dunia pergaulan yang lebih luas,
dalam dirinya masih terdapat sifat kekanak-kanakanya. Remaja membutuhkan kasih
sayang di rumah yang sama banyaknya dengan apa yang mereka alami pada
tahun-tahun sebelumnya. Karena alasan inilah sikap menentang mereka,
menyalahkan mereka secara langsung, mengolok-olok mereka pada waktu pertama
kali karena mencukur kumisnya, adanya perhatian terhadap lawan jenisnya,
merupakan tindakan yang kurang bijaksana.Tidak ada remaja yang dapat hidup
bahagia dan sehat tanpa mendapatkan cinta dari orang lain. Kebutuhan untuk
memberi dan menerima cinta menjadi sangat penting, walaupun kebutuhan-kebutuhan
akan perasaan itu disembunyikan secara rapi. Para remaja yang berontak secara
terang-terangan, nakal, dan mempunyai sikap permusuhan besar kemungkinan
disebabkan oleh kurangnya rasa cinta dan dicintai yang tidak disadari.
(Sunarto, 2002:152) Kebutuhan akan kasih sayang dapat diekspresikan jika
seseorang mencari pengakuan dan kasih sayang dari orang lain, baik orang tua,
teman dan orang dewasa lainnya. Kasih sayang akan sulit untuk dipuaskan pada
suasana yang mobilitas tinggi. Kebutuhan akan kasih sayang dapat dipuaskan
melalui hubungan yang akrab dengan yang lain. Kasih sayang merupakan keadaan
yang dimengerti secara mendalam dan diterima dengan sepenuh hati, kegagalan
dalam mencapai kepuasan kebutuhan kasih sayang merupakan penyebab utama dari
gangguan emosional (Yusuf , 2005:206)
b. Gembira dan bahagia
Perasaan
gembira dari remaja belum banyak diteliti. Perasaan gembira sedikit mendapat
perhatian dari petugas peneliti dari pada perasaan marah dan takut atau tingkah
problema lain yang memantulkan kesedihan. Rasa gembira akan dialami apabila
segala sesuatunya berlangsung dengan baik dan para remaja akan mengalami
kegembiraan jika ia diterima sebagai seorang sahabat atau bila ia jatuh cinta
dan cintanya itu mandapat sambutan oleh yang dicintai. Perasaan bahagia ini
dihayati secara berbeda-beda oleh setiap individu. Bahagia muncul karena remaja
mampu menyesuaikan diri dengan baik pada suatu situasi, sukses dan memperoleh
keberhasilan yang lebih baik dari orang lain atau berasal dari terlepasnya
energi emosional dari situasi yang menimbulkan kegelisahan dirinya.
c. Kemarahan dan Permusuhan
Sejak masa kanak-kanak,
rasa marah telah dikaitkan dengan usaha remaja untuk mencapai dan memiliki
kebebasan sebagai soerang pribadi yang mandiri. Rasa marah merupakan gejala
yang penting diantara emosi-emosi yang memainkan peranan yang menonjolkan dalam
perkembangan kepribadian.
Dalam upaya
memahami remaja, ada empat faktor yang sangat penting sehubungan dengan rasa
marah.
1. Adanya kenyataan bahwa perasaan marah berhubungan dengan usaha manusia untuk memiliki dirinya dan menjadi dirinya sendiri. Selama masa remaja, fungsi marah terutama untuk melindungi haknya untuk menjadi independent, dan menjamin hubungan antara dirinya dan pihak lain yang berkuasa.
2. Pertimbangan penting lainnya ialah ketika individu mencapai masa remaja, dia tidak hanya merupakan subjek kemarahan yang berkembang dan kemudian menjadi surut, tetapi juga mempunyai sikap-sikap di mana ada sisa kemarahan dalam bentuk permusuhan yang meliputi kemarahan masa lalu. Sikap permusuhan berbentuk dendam, kesedihan, prasangka, atau kecendrungan untuk merasa tersiksa. Sikap permusuhan tanpak dalam cara-cara yang bersifat pura-pura; remaja bukannya menampakkan kemarahan langsung tetapi remaja lebih menunjukkan keinginan yang sangat besar.
3. Perasaan
marah sengaja disembunyikan dan seringkali tampak dalam bentuk yang
samar-samar. Bahkan seni dari cinta mungkin dipakai sebagai alat.
4. Kemarahan
mungkin berbalik pada dirinya sendiri. Dalam beberapa hal, aspek ini merupakan
yang sangat penting dan juga paling sulit dipahami. (Sunarto,2002:154)
d. Ketakutan dan Kecemasan
Menjelang anak
mencapai remaja, dia telah mengalami serangkaian perkembangan panjang yang
mempengaruhi pasang surut berkenaan dengan rasa ketakutannya. Beberapa rasa
takut yang terdahulu telah teratasi, tetapi banyak yang masih tetap ada. Banyak
ketakutan-ketakutan baru muncul karena adanya kecemasan dan rasa berani yang
bersamaan dengan perkembangan remaja itu sendiri.
Remaja seperti
halnya anak-anak dan orang dewasa, seringkali berusaha untuk mengatasi
ketakutan yang timbul dari persoalan kehidupan. Tidak ada seorangpun yang
menerjunkan dirinya dalam kehidupan dapat hidup tanpa rasa takut. Satu-satunya
cara untuk menghindarkan diri dari rasa takut adalah menyerah terhadap rasa
takut, seperti terjadi bila seorang begitu takut sehingga ia tidak berani
mencapai apa yang ada sekarang atau masa depan yang tidak menentu.
.Rasa takut yang disebabkan otoriter orang tua
akan menyebabkan anak tidak berkembang daya kreatifnya dan menjadi orang yang
penakut, apatis, dan penggugup. Selanjutnya sikap apatis yang ditimbulkan oleh
otoriter orang tua akan mengakibatkan anak menjadi pendiam, memencilkan diri,
tak sanggunp bergaul dengan orang lain (Willis, 2005:57)
e. Frustasi dan Duka cita
Frustasi
merupakan keadaan saat individu mengalami hambatan-hambatan dalam pemenuhan
kebutuhannya, terutama bila hambatan tersebut muncul dari dirinya sendiri.
Konsekuensi frustasi. Dapat menimbulkan perasaan rendah diri.
Dukacita
merupakan perasaan galau atau depresi yang tidak terlalu berat, tetapi
mengganggu individu. Keadaan ini terjadi bila kehilangan sesuatu atau seseorang
yang sangat berarti buat kita. Kalau dialami dalam waktu yang panjang dan
berlebihan akan menyebabkan kerusakan fisik dan psikis yang cukup serius hingga
depresi
F.
FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGERUHI PERKEMBANGAN EMOSI REMAJA
Sejumlah penelitian tentang emosi
anak menunjukkan bahwa perkembangan emosi mereka bergantung kepada faktor
kematangan dan faktor belajar (Hurlock, 2002: 154). Reaksi emosional yang tidak
muncul pada awal kehidupan tidak berarti tidak ada, reaksi tersebut mungkin
akan muncul dikemudian hari, dengan berfungsinya sistem endokrin. Kematangan
dan belajar terjalin erat satu sama lainnya dalam mempengaruhi perkembangan
emosi.
Untuk mencapai kematangan emosi, remaja harus belajar memperoleh gambaran tentang situasi yang dapat menimbulkan reaksi emosional. Adapun caranya adalah dengan membicarakan pelbagai masalah pribadinya dengan orang lain. Keterbukaan, perasaan dan masalah pribadi dipengaruhi sebagian oleh rasa aman dalam hubungan social.(Hurlock,2002:213).
Untuk mencapai kematangan emosi, remaja harus belajar memperoleh gambaran tentang situasi yang dapat menimbulkan reaksi emosional. Adapun caranya adalah dengan membicarakan pelbagai masalah pribadinya dengan orang lain. Keterbukaan, perasaan dan masalah pribadi dipengaruhi sebagian oleh rasa aman dalam hubungan social.(Hurlock,2002:213).
Metode belajar
yang menunjang perkembangan emosi antara lain (dalam Sunarto, 2002:158)
1. Learn by trial and error
Children learn
by trial and error to express emotion in the form of behavior that gives the
greatest satisfaction to him and reject behaviors that provide little
satisfaction or not at all satisfying.
2. Learning by imitating
By way of
observing things that arouse the emotions of others. Children react with
emotion and expression methods similar to those observed.
3. Learn by likening himself
Children
identify themselves with people who admire and have a strong emotional bond
with him. Imitating the emotional reactions of others who are inspired by the
same stimuli.
4. Learning through conditioning
With this
method the object situation that initially failed to provoke an emotional
reaction, can then be managed by the association. increasingly limited the use
of conditioning methods on the development of a sense of likes and dislikes,
after passing through childhood.
5. Training or studying under the guidance and
supervision
With training,
children are stimulated to react to stimuli that usually evoke pleasant emotions
and prevented from reacting emotionally unpleasant.
Perkembangan emosi seseorang pada umumnya tamoak jelas pada perubahan
tingkah lakunya. Perkembangan emosi remaja juga demikian hal nya. Kualitas atau
flugtuasi gejala yang tampak dalam tingkah laku itu sangat tergantung pada
tingkat flugtuasi emosi yang ada pada individu tersebut. Dalam kehidupan
sehari-hari sering kita lihat beberapa tingkah laku emosional misalnya agresif,
rasa takut yang berlebihan, sikap apatis, dan tingkah laku menyakiti diri,
seperti melukai diri sendiri dan memukul mukul kepala sendiri.
Sejumlah factor yang mempengaruhi perkembangan emosi remaja adalah
sebagai berikut:
1.
Perubahan Jasmani
Perubahan
jasmani yang ditunjukkan dengan adany perubahan yang sangat cepat dari anggota
tubuh. Pada taraf permulaan pertumbuhan ini hanya terbatas pada bagian-bagian
tertentu saja yang mengakibatkan postur tubuh menjadi tidak seimbang. Ketidak
seimbangan ini mempunyai akibat yang tar terduga pada perkembangan emosi
remaja. Hormone-hormon tertentu mulai berfungsi sejalan dengan perkembanagn
alat kelamin sehingga dapat menyebabkan rangsangan di dalam tubuh remaja dan
sering kali menimbulkan masalah dalam perkembangan emosinya.
2.
Perubahan Pola Interaksi
dengan Orang Tua
Pola asuh
orang tua terhadap anak, termasuk remaja sangat berfariasi. Ada yang pola
asuhnya menurut apa yang dinggap terbaik oleh dirinya sendiri aja sehingga ada
sifat otoriter, mamanjakan anak, acuh tak acuh, tetapi ada juga yang dengan
penuh cinta kasih. Perbedaan pola asuh orant tua ini dapt berpengaruh terhadap
perbedaan perkembangan emosi remaja.
3.
Perubahan Interaksi dengan
Teman Sebaya
Factor yang
sering menimbulkan masalah emosi pada masa ini adalah hubungan cinta dengan
teman lawan jenis. Pada masa remaja tengah, biasanya remaja benar-benar mulai
jatuh cinta dengan teman lawa jenis. Gejala ini sebenarnya sehat bagi remaja,
tetapi tidak jarang menimbulkan konflik atau gangguan emosi pada remaj jika
tidak diikuti dengan bimbingan dari orang tua atau orang yang lebih dewasa.
4.
Perubahan Pandangan Luar
Ada sejumlah
perubahanpandanagan dunia luar yang dapat menyebabkan konflik-konflikemosional
dalam diri remaja, yaitu sebagai berikut:
a.
Sikap dunia luar terhadap remaja tidak konsisiten. Kadang
mereka dianggap sudah dewasa tetapi tidak mendapat kebebasan penuh. Seringkali
mereka dianggap anak kecil sehingga menimbulkan kejengkelan.
b.
Dunia luar menerapkan nilai-nilaiyang berbeda untuk remaja
laki-laki dan perempuan. Kalau remaja laki-laki mempunyai banyak teman
perempuan mereka dianggap popular.tetapi jika remaja putrid mempunyai bnayak
teman laka-laki mereka dianggap tidak baik.
c.
Sering kali kekeosongan remaja dimanfaatkan oleh pihak luar
yang tidak bertanggung jawab yaitu dengan cara melibatkan remaja pada
kegiatan-kegiatan yang merusak dirinya dan melanggar nilai-nilai moral.
5.
Perubahab Interaksi dengan
Sekolah.
Dalam
pembarauan, para remaja sering terbentur pada nilai-nilai yang tidak dapat
mereka terima atau yang sama sekali bertentanagan denagn nilai-nilai yang
menarik bagi mereka. Pada saat itu timbullah idealisme untuk mengubah
lingkungannya. Idealisme seperti ini tidak boleh diremehkan sebab idealisme
yang dikecewakan dapat berkembang menjadi eosional yang kurang baik.
G.
UPAYA MENGEMBANGKAN EMOSI
REMAJA DAN IMPLIKASI BAGI PENDIDIKAN
Intervensi pendidikan untuk
mengembangkan emosi remaja agar dapat mengembangkan kecerdasan emosional, salah
satunya adalah dengan menggunakan intervensi yang dikemukakan oleh W.T Grant
Counsortium tentang “ Unsur-unsur Aktif Program Pencegahan” yaitu sebagai
berikut:
1.
Perkembangan ketrampilan emosional
Cara
yang dapat dilakukan adalah:
a.
Mengidentifikasi dan memberikan nama atau lebl perasaan.
b.
Mengungkapkan perasaan
c.
Menilai intensitas perasaan
d.
Mengelola perasaan
e.
Menunda pemuasan
f.
Mengendalikan dorongan hati
g.
Mengurangi setres
h.
Memahami perbedaan antara perasaan dan tindakan
2.
Pengembanagan ketrampilan kognitif
Cara yang
dapat dilakukan adalah:
a.
Belajar melakukan dialog batin dengan cara untuk menghadapi
dan mengatasi masalah atau memperkuat perilaku diri sendiri.
b.
Belajar membaca dan mensfsirkan isyarat-isyarat social,
misalnya mengenali pengaruh social terhadap perilaku dan melihat diri sendiri
dalam persepektif masyarakat yang leih luas.
c.
Belajar menggunakan langkah-langkah penyelesaian masalah dan
pengambilan keputusan, misalnya mengendalikan dorongan hati, menentukan
sasaran, mengidentifikasi tindakan-tindakan alternative, dan memperhitungkan
akibat yangakan timbul.
d.
Belajar memahami sudut pandang orang lain.
e.
Belajar memahami sopan santun, yaitu perilaku mana yang dapat
diterima dan mana yang tidak.
f.
Belajar bersikap positif terhadap kehidupan.
g.
Belajar mengembangkan kesadaran diri, misalnya mengembangkan
harapan-harapan yang realistis tentang diri sendiri.
3.
Pengembangan kecerdasan perilaku
Cara yang
dapat dilakukan:
a.
Mempelajari keterampilan komunikasi nonverbal misalnya
berkomunikasi dengan pandangan mata, ekspresi wajah, gerak-gerik, posisi tubuh
dan lainnya.
b.
Mempelajari keteranpilan verbal misalnya mengajukan
permintaan dengan jelas, mendeskripsikan sesuatu kepada orang lain dengan
jelas, menanggapi kritik secara efektif, menolak pengaruh negative, mendengarka
orang lain, dn ikut serta dalam kelompok-kelompok kegiatan positif yang banyak
menggunakan komunikasi verbal.
Cara lain yang
bisa digunakan untuk mengembangkan emosi remaja agar dapat memiliki kecerdasan
emosional adalah dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang didalamnya terdapat
materi yang dikembangkan oleh Daniel Goleman (1995) ( dalam M. Ali dan M.
Asrori, 2004:74) yang kemudian diberi nama Self-Science
Curriculum sebagaimana yang di paparkan sebagai berikut:
- Belajar mengembangkan kesadaran diri
- Belajar mengambil keputusan pribadi
- Blajar mengelola perasaan
- Belajar menangani setres
- Belajar berempati
- Belajar berkomunikasi
- Belajar membuka diri
- Belajar mengembangkan pemahaman
- Belajar menerima diri sendiri
- Belajar mengembangkan tanggungjawab pribadi
- Belajar mengembangkan ketegasan
- Mempelajari dinamika kelompok
- Belajar menyelesaikan kelompok
DAFTAR PUSTAKA
Mohamad Ali&Mohamad Asrori. (2004). Psikologi
Remaja. Jakarta. PT. Bumi Aksara
Hurlock, E. (2002). Psikologi Perkembangan. Jakarta:
Erlangga
Sunarto & Agung, Hartono. (2002). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : PT. Rineka Cipta
Syamsudin, Abin M. (2005). Psikologi Kependidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Willis, Sofyan. (2005). Remaja dan Masalahnya. Bandung : Alfabeta
Yusuf, Syamsu (2004). Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung. Remaja Rosda Karya.
Sunarto & Agung, Hartono. (2002). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : PT. Rineka Cipta
Syamsudin, Abin M. (2005). Psikologi Kependidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Willis, Sofyan. (2005). Remaja dan Masalahnya. Bandung : Alfabeta
Yusuf, Syamsu (2004). Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung. Remaja Rosda Karya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar