OPERANT CONDITIONING
A.
OPERANT CONDITIONING
Pada akhir abad ke-19 di dalam salah
satu penelitian pertama mengenai rasa marah, G. Stanley Hall(1899) meminta
sejumlah orang untuk mendeskripsikan suatu peristiwa amarah yang telah mereka
alami dan lihat. Seorang responden menceritakan anak usia 3 tahun yang menangis
karena di tinggal ayahnya jalan-jalan. Anak-anak tentu saja menangis untuk
berbagai alasan yang sah seperti merasakan rasa sakit, ketidaknyamanan, rasa
takut, penyakit, dan rasa lelah. Tangisan ini perlu mendapatkan empati dan
perhatian dari orang dewasa. Namun demikian, anak dalam penelitian Hall ini
menunjukan bahwa munculnya ruangan dan tangisan ini akan memberikannya
perhatian dan kemungkinan ajakan dari orang tua untuk pergi bersama. Keadaan
meledak-ledak seperti ini menunjukkan salah satu hokum mendasar dari
pembelajaran: perilaku akan semakin
sering atau semakin jarang muncul tergantung pada konsekuensi yang
mengikutinya.
Prinsip ini ada pada inti dari
operant conditioning, yang merupakan jenis conditioning kedua yang dipelajari
oleh mereka yang mengikuti aliran behaviorisme. Dalam conditioning klasik,
tidak perlu apakah perilaku manusia atau hewan memiliki konsekuensi tertentu
atau tidak. Dalam prosedur yang dilakukan Pavlor, anjing mempelajari bahwa
terdapat asosiasi antara dua kejadian yang berada di luar kendali anjing(dalam
hal ini adalah adanya bunyi bel dan penyajian makanan) dan hewan
tersebutmendapatkan makanan entah dia menghasilkanair liur ataupun tidak
menghasilkan air liur. Tetapi dalam operant conditioning, respons organisme
(raungan gadis kecil tadi contohnya)
bertindak atau menghasilkan pengaruh(operate) pada lingkungan. Pengaruh dan
dampak ini yang kemudian akan mempengaruhi apakah respons yang sama akan muncul
lagi atau tidak.
Kondisioning klasik dan kondisioning
operant cenderung jenis respons yang terlibat dalam pembelajaran. Dalam
kondisioning klasik, respons yang dihasilkan cenderung merupakan sesuatu yang
sifatnya refleks, atau reaksi otomatis terhadap sesuatu yang terjadi di
lingkungan, seperti melihat penyajian makanan atau suara bel. Biasanya,
respons-respons dalam kondisioning operant sifatnya lebih rumit dan bukan
sesuatu yang sifatnya refleks. Contohnya bagaimana mengendarai sepeda, menulis surat , mendaki gunung dan
lain-lainnya. Atau menunjukan respons marah.
B.
LAHIRNYA BEHAVIORISME RADIKAL
Edward Thorndike (1898), yang pada
saat itu adalah kandidat doctoral, melakukan percobaan dengan mengobservasi
kucing-kucing ketika mereka berusaha untuk keluar darisebuah labirin yang rumit
untuk memperoleh potongan ikan yang diletakkan di bagian luar labirin. Awalnya,
kucing-kucing itu mencoba mencakar, menggigit, ataupun mendorong bagian-bagian
dalam labirin dengan cara yang sagat acak dan tidak teratur. Kemudian setelah
beberapa menit kucing-kucing itu dapat menghasilkan respons yang tepat
(mengendurkan sebuah palang dalam kotak , menarik sebuah benang atau menekan sebuah
tombol) dan bergerak segera ke luar kotak untuk mendapatkan penghargaan yang di
ingingkan. Ketika di letakkan ke dalam kotak itu lagi, kucing itu membutuhkan
waktu yang cukup singkat untuk dapat keluar, dan setelah beberapa percobaan,
kucing-kucing ini dengan tepat menghasilkan respons yang dibutuhkan untuk
keluar. Menurut Thorndike, respons ini telah ditanamkan dalam diri kucing
melalui hasil akhir yang memuaskan. Perilaku meurut Thorndike di atur oleh
konsekuensi yang mengikutinya. Menurutnya, untuk menjelaskan perilaku, kita
harus melihat hal di luar individu, bukan apa yang terjadi di dalam diri
individu.
Prinsip umum ini kemudian di rinci
dan di kembangkan kedalam bentuk yang lebih luas oleh Burhuss Frederic Skinner
(1904-1990). Skinner menyebut pendekatan ini sebagai “behaviorisme radikal”
untuk membedakannya dengan behaviorisme yang di anut John Watson, yang
menekankan pada kondisioning klasik. Skinner mengatakan bahwa untuk memahami
perilaku, kita sebaiknya memusatkan perhatian pada penyebab eksternal dari
perilaku dan konsekuensi yang mengikuti perilaku tersebut.
Dalam analisis Skinner sebuah respons dapat menghasilkan tiga macam
konsekuensi yaitu:
1.
Sebuah konsekuensi netral tidak akan meningkatkan ataupun
menurunkan kemungkinan terjadinya perilaku di masa yang akan datang. Bila pegangan pintu mengeluarkan bunyi setiap kali anda membuka
atau menutup pintu, tetapi anda mengabaikan bunyi itu dan hal tersebut tidak
berpengaruh pada kemungkinhan anda untuk membuka pintu di masa yang akan
datang, bunyi tersebut di anggap sebagai konsekuensi yang netral. Kita tidak
akan membahas banyak mengenai konsekuensi yang netral ini.
2.
Reinforcement memperkuat atau meningkatkan kemungkinan
terjadinya respons di masa yang akan datang. Reinforcement
merupakian proses dimana sebuah stimulus atau kejadian memperkuat atau
meningkatkan kemungkinan munculnya respons yang mengikutinya. Untuk para ahli
behaviorisme, sebuah stimulus adalah sebuah reinforcement ketika stimulus ini
memperkuat perilaku yang sebelumnya baik itu menyenangkan atau tidak
menyenagkan bagi yang tidak bersangkutan. Demikian juga sebaliknya, seberapun
menyenagkan atau tidaknaya sebuah stimulus, namun bila stimulus ini tidak
meningkatkan kemungkinan munculnya respons maka hal ini tidak bisa disebut
sebagai reinforcement.
3.
Hukuman (punishment) memperlemah respons tertentu atau
mengurangi kemungkinan respons tersebut muncul di masa datang. Setiap stimulus atau kejadian yang tidak menyenangkan dapat saja
menjadi sebuah hukuman. Hukuman merupakan proses dimana sebuah stimulus atau
kejadian melemahkan atau menurunkan kemungkinan munculnya respons yang
mengikutinya. Secara umum, semakin cepat konsekuensi suatu perilaku muncul,
semakin besar pula juga dampaknya terhadap perilaku tersebut.
Reinforcemet
dan hukuman primer dan skunder. Makan, minum, cahaya,
usapan pada kulit dan temperature udara yang nyaman merupakan hal-hal yang
secara alami memperkuat suatu respons karena mereka menghasilakan pemenuhan
kebutuhan biologis kita. Karena hal ini dikenal sebagai reinforcement primer yaitu stimulus yang secara alami memperkuat
suatu perilaku, biasanya karena dapat memenuhi kebutuhan fisiologis. Serupa
dengan hal itu, rasa sakit dan panas atau dingin yang ekstreme merupakan
hubungan yang alami dan juga disebut sebagai hukuman primer. Hukuman primer adalah stimulus yang
secara alami memperlemah suatu perilaku. Uang, pujian, tepuk tangan, nilai yang
baik, penghragaan merupakan reinforcement skunder yang umum kita lihat. Reinforcemet skunder disebut juga
stimulus yang memiliki kemampuan untuk memperkuat perilaku melalui asosiasi
dengan reinforcement lainnya. Sebaliknya, kritik, cacian, denda, teriakan marah
dan niali yang jelek merupakan hukuman
skunder. Yaitu stimulus yang memiliki kemampuan untuk memperlemah perilaku
karena dibentuk melalui asosiasi dengan hukuman lainnya.
Reinforcement
dan hukuman positif dan negative. Prosedur memperkuat
perilaku dimana respons diikuti oleh penyjian atau peningkatan intensitas
stimulus yang memperkuat perilaku; sebagai hasilnya, respons ini semakin kuat
dan semakin mungkin terjadi disebut reinforcement
positif. Contohnya jika anda memperoleh nilai yang baik setelah belajar
dengan keras, usaha anda untuk belajar kemungkinan akan terus dipertahankan
atau ditingkatkan. Sedangkan prosedur memperkuat perilaku diman respons diikuti
oleh penghilangan, penundaan, atau pengurangan intensitas sebuah stimulus yang
tidak menyenangkan; dan sebagai hasilnya, respons ini menjadi semakin kuat dan
semakin mungkin terjadi disebut reinforcement
negatif. Contohnya jika seseorang mengingatkan anda untuk belajar. Dan
orang tersebut menjadi sangat cerewet dan menyebalkan. Ketika anda mengikuti
sarannya, kemungkinan anda untuk terus belajar akan meningkat, karena anda
berusaha menghindari kecerewetan orang tersebut.
Hukuman baik itu positif ataupun negative menurunkan
kemungkinan munculnya respons serupa di masa yang akan datang. Dalam kehidupan
sebenarnya, hukum dan reinforcement negative sering kali datang bersamaan. Bila
anda menggunakan rantai anjing untuk melatih anjing anda untuk duduk, tarikan
pada rantai anjing dapat bertindak sebagai hukuman atas perilaku berjalan;
sedangkan meregangkan rantainya dapat bertindak sebagai reinforcement negative
duduk/berdiri, diam diselah anda.
C.
PRINSIP CONDITIONING OPERANT
Pada awal karirnya, Skinner (1938)
menggunakan kotak Skinner untuk malakukan demonstrasi klasik mengenai
terjadinya kondisioning operant. Sebuah tikus, yang sebelumnya telah
mempelajari bagaimana memperoleh makanan dari alat yang mengeluarkan sebuah
kapsul, ditempatkan pada kotak tersebut. Karena tidak ada makanan dalam kotak
tersebut, tikus itu mengendus kseana-kemari, dan secara acak menyentuh
bagian-bagian dari dinding dan lantai kotak tersebut. Nyaris secara tidak
sengaja, tikus tersebut menekan sebuah tuas yang terdapat pada salah satu sisi
kotak, dan segera di sentuhnya, sebuah kapsul berupa makanan tikus yang sedap
jatuh dan memenuhi tempat makan yang ada dalam kotak tersebut. Tikus tersebut
terus melanjutkan gerakannya dan kemudian kembali menekan tuas tersebut yang
membuat butiran makanan lagi-lagi memenuhi tempat makan yang ada dalam kotak.
Dengan pengulangan perilaku menekan tuas yang diertai dengan tersedianya
makanan, tikus tersebut mulai berperilaku teratur dan tidak lagi terlalu acak
dan pada akhirnya tikus-tikus ini menekan tuas tersebut dengan lebih konsisten.
Pada saat yang sama, Skinner menemukan bahwa tikus-tikus ini akan berusaha
menekan tuas secepat mungkin. Sejak saat itu, para penelti aliran behaviorisme
mrnggunakan kotak Skinner dan peralatan lain yang serupa untuk menemukan
berbagai teknik dan aplikasi dari kondisioning operant.
Extinction
Extinction adalah prosedur yang menyebabkan respons yang
telah di pelajari sebelumnya untuk tidak lagi muncul. Dalam kondisioning
operant, extinction terjadi ketika reinforcement yang mempertahankan sebuah
perilaku dihilangkan atau tidak lagi disediakan. Pada mulanya akan tetap muncul
respons yang di pelajari, namun kemudian respons-respons ini secara bertahap
akan berkurang dan pada akhirnya menghilang.
Generalisasi
Stimulus dan Diskriminasi Stimulus
Dalam kondisioning operant, generalisasi stimulus
mungkin saja terjadi. Generalisasi
stimulus adalah dalam kondisioning operant, kecenderungan resons, yang
telah diberikan reinforcement (atau diberi hukuman) terhadap satu stimulus,
untuk juga muncul(atau ditekan) karena hadirnya stimulus lain yang serupa. Yang
dimaksud disini adalah respons-respons mungkin saja muncul(tergeneralisasikan)
pada stimulus-stimulus yang tidak hadir saat terjadinya proses belajar yang
sesungguhnya tetapi memiliki kemiripan atau meningkatkan organisme pada
stimulus yang asli. Contohnya seekor burung dara yang telah di latih untuk
mematuk pada sebuah lingkaran dapat juga mematuk pada benda-benda yang
berbentuk oval. Tetapi bila anda ingin melatih burung tersebut untuk membedakan
antara kedua bentuk tersebut. Anda dapat menghadirkan kedua stimulus, oval dan
lingkaran, dan memberikan reinforcement hanya pada kemunculan setiap patukan
pada lingkaran saja dan tidak memberikan reinforcement yang sama pada patukan
bentuk oval. Pada akhirnya, yang terjadi adala diskriminasi stimulus. Diskriminasi stimulus adalah dalam
kondisioning operant, kecenderungan suatu respons untuk muncul dengan adanya
satu stimulus tetapi tidak dengan adanya stimulus lain yang serupa dengan
stimulus tersebut pada dimensi tertentu.
Terkadang hewan ataupunjuga manusia mempelajari untuk
merespons pada satu stimulus ketika stimulus yang lain hadir, atau disebut juga
sebagai stimulus diskriminatif. Stimulus
diskriminatif adalah stimulus yang memberi tanda apakah respons tertentu
akan diikuti oleh konsekuensi tertentu pula.stimulus diskriminan menjadi
pertanda apakah sebuah respons, bial dilakukan, akan menghasilkan sesuatu yang
diharapkan atu tidak.
Pembelajaran berdasarkan
jadwal.
Ketika sebuah respons baru pertama kali
muncul,pembelajaran biasanya akan berlangsung dengan paling cepat bila setiap
respons yang diharapkan diperkuat setiap kali muncul. Prosedur ini disebut
sebagai continnious reinforcement
yaitu jadwal penguat dimana respons tertentu selalu diberi reinforcement. Namun
demikian, ketika sebuah respons telah muncul secara reliable, respons ini akan
lebih tahan terhadap extinction bila reinforcement diberikan dengan menggunakan
partial reinforcement yaitu jadwal
dimana respons tertentu terkadang tapi tidak selalu diberi reinforcement.
Dimana reinforcement diberikan pada beberapa respons saja, dan tidak pada
keseluruhan respons yang dihasilkan. Skinner(1956) menemukan fakta ini ketika
dia mulai kehabisan butir makanan untuk tikus-tikusnya dan terpaksa untuk
menurunkan frekuensi pemberian reinforcement. Bukan melalui penemuan ilmiah
yang direncanakan sama sekali.
Pemberian reinforcement dalam cara yang tidak tepat ini
membantu menjelaskan mengapa banyak orang
sering kali merasa terikat pada “topi keberuntungan” dan ritual-ritual
tertentu. Seseorang pemukul baseball yang manarik kesamping topinya kesamping
sebelum melakukan pemukulan. Seorang mahasiswa yang mendapatkan nilai ujian
pada saat menjawab dengan menggunakan pena warna ungu, akan kemudian
mengembangkan perilaku selalu mengerjakan ujian dengan pena berwarna ungu.
Ritual-ritual semacam ini bertahan karena terkadang ritual-ritual ini diikuti
oleh, murni secar kebetulan, rentforcement dan karenanya mereka menjadi sulit
untuk dihilangkan.
Shaping.
Agar perilaku dapat diperkuat, perilaku ini harus muncul
terlebih dahulu. Tetapi andaikan anda hendak melatih sebuah hamster untuk dapat
mengambil kaleng, seorang anak agar dapat menggunakan pisau dan garpu dengan
tepat, atau seorang teman agar dapat bermain tennis dengan hebat.
Perilaku-perilaku ini, dan juga sebagian besar lainnya dalam kehidupan
sehari-hari, hamper tidak dapat muncul secara spontan. Anda dapat juga menunggu
sampai dengan anda tua hingga perilaku ini muncul, sehingga kemudian anda dapat
memberikan reinforcement. Solusi conditioning operant untuk dilemma ini adalah
sebuah prosedur yang disebut sebagai shaping.
Yaitu prosedur kondisioning operant dimana setiap respons yang semakin
mendekati respons yang dikehendaki diberikan reinforcement.
Dalam mekanisme shaping, anda akan memulai dengan
memberikan reinforcement pada setiap kecenderungan muncul respons yang
diharaokan, dan kemudian secara bertahap anda memancing munculnya
respons-respons yang lebih mendekati ke tujuan akhir, atau respons yang
diharapkan. Respons-respons yang anda perkuat hingga terbentuknya respons
terakhir disebut sebagai successive
approximation yaitu dalam prosedur konteks conditioning operant dari
shapping adalah perilaku yang disusun dari kedekatan yang meningkat ke perilaku
yang diharapkan.
Dengan menggunakan shaping dan teknik lainnya, Skinner
dapat melatih burung dara untuk bermain ping-pong dengan paruhnya dan untuk
bermain miniature “bowling” lengkap dengan bola dari kayu dan pin-pin kecil.
Batasan Biologis
Pada Pembelajaran.
Setiap prinsip dari conditioning operant, terbatas atau
dibatasi oleh disposisi genetic hewan maupun juga karakteristikfisiknya. Oleh
karena itu, bila anda hendak menggunakan shaping untuk mengajarkan seekor ikan
untuk menari samba, anda akan dapat merasa frustasi dan emikian juga pada ikan
tersebut. Prosedur kondisoning operant selalu bekerja dengan sangat baik bila
mempertimbangkan kecenderungan bawaan.
Killer dan Marian Brelend (1961), mempelajari bahwa apa
yang terjadi bila anda mengabaikan batasan biologis dalam proses pembeljaran.
Mereka menemukan bahwa hewan-hewan ini memiliki masalah dalam mempelajari tugas
yang seharusnya mudah. Seekor hewan, babi, seharusnya dapat menjatuhkan
sekeping kayu besar padasebuah kotak. Kenyataannya, babi ini akan menjatuhkan
koin tersebut dan mendorongnya dengan hidungnya, kemudian melemparkannya ke
udara, dan mendorongnya lagi. Perilaku aneh ini menunda reinforcement yang akan
diberikan (makanan, yang disukai babi) jadi sangat sulit untuk menjelaskan
mengapa ini terjadi dalam kerangka conditioning operant. Pasangan Breland
akhirnya menyadari bahwa insting babi ini menggunakan hidungnya untuk mencari
dan menggali akar-akar yang bisa dimakan, menghambatnya untuk mempelajari
tugas-tugas ini. Mereka menyebut kembalinya perilaku yang instingtif tersebut
sebagai intenstinctive drift. Yaitu
selama proses conditioning operant, organisme cenderung kembali ke perilakunya
yang alamiah.
Dalam perilaku manusia, kondisioning operant juga
dipengaruhi oleh factor genetic, biolois dan juga sejarah evolusi sepesies
kita. Anak manusia memiliki disposisi biologis untuk mempelajari bahasa tanpa
usaha yang banyak, dan mereka mungkin juga memiliki disposisi untuk belajar
sejumlah proses operant aritmatika. Lebih jauh, temperamen dan disposisi bawaan
lahirnya dapat mempengeruhibagaimana seseorang merespons reinforcement dan
hukuman. Akan lebih mudah untuk membentuk perilaku menari perut bila
temperamaen orang tersebut lebih terbuka dan ekstrover dibandingkan dengan
orang yang memiliki sifat pemalu.
D. TEORI SKINNER: OPERANT CONDITIONING
Skinner membedakan adanya dua macam, yaitu:
A.
Renpondent
response (reflexive response), yaitu respons yang
ditimbulkan oleh perangsang-perangsang tertentu. Perangsang yang demikian itu,
yang disebut eliciting stimuli,
menimbulkan respons-respons yang secara relatif tetap, misalnya makanan yang
menimbulkan keluarnya air liur. Pada umumnya, perangsang-perangsang yang
demikian itu mendahului respons yang di timbulkannya.
B.
Operant
response (instrumental response) yaitu respons yang
timbul dan berkembangnya di ikuti oleh perangsang-perangsang tertentu.
Perangsang yang demikian itu di sebut reinforcing
stimuli atau reinforcer, karena
perangsang-perangsang tersebut memperkuat respons yang telah dilakukan oleh
organisme. Jadi, perangsang yang demikian itu mengikuti ( dan kerenanya
memperkuat ) sesuatu tingkah laku tertentu yang telah di lakukan. Jika seorang
anak belajar ( telah melakukan perbuatan ), lalu mendapat hadiah, maka dia akan
menjadi lebih giat belajar (responsnya menjadi lebih efektif/kuat).
E. PROSEDUR
PEMBENTUKAN TINGKAH LAKU
Jika disederhanakan , prosedur pembentukan tingkah laku
dalam operant conditioning itu adalah sebagai berikut:
1) Dilakukan
idektifikasi mengenai hal apa yang merupakan reinforcer (hadiah) bagi tingkah-laku yang akan dibentukkan itu.
2) Dilakukan
analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen kecil yang membentuk tingkah
laku yang dimaksud. Konponen-komponen itu lalu disusun dalam urutan yang tepat
untuk menuju kepada terbentuknya tingkah-laku yang dimaksud.
3) Dengan
mempergunakan secara urut komponen-komponen itu sebagai tujuan sementara,
mengidentifikasi reinforcer (hadiah)
untuk masing-,asing komponen itu.
4) Melakukan
pembentukan tingkah laku, dengan menggunakan urutan komponen yang telah
tersusun itu. Kalau komponen pertama telah dilakukan maka hadiah diberikan; hal
ini akan mengakibatkan komponen itu makin cenderung untuk sering di lakukan.
Kalau itu sudah terbentuk, dilakukannya komponen kedua yang diberi hadiah (
kompomem pertama tidak memerlukan hadiah ); demikian berulang-ulang, sampai
komponen kedua terbentuk. Setelah itu di lanjutkan dengan komponen ke tiga,
keempat dan selanjutnya, sampai seluruh tingkah laku yang di harapkan terbentuk.
Sebagai ilustrasi, misalnya di
kehendaki agar sejumlah mahasiswa mempunyai kebiasaan membaca jurnal
profesional yang terdapat di perpustakaan Fakultas pada waktu sore hari. Untuk
membaca jurnal profesional seperti yang di maksudkan di atas itu, maka para
mahasiswa tersebut harus:
1. Sore
hari datang ke fakultas,
2. Masuk
ruang perpuatakaan,
3. Pergi
ke tempat penyimpanan buku dan jurnal,
4. Berhenti
di tempat penyimpanan jurnal,
5. Memilih
jurnar profesional yang di maksud,
6. Membawa
jurnal itu ke ruang baca, dan
7. Membaca
jurnal tersebut.
Kalau dapat di identifikai hadiah-hadiah (tidak harus berupa barang)
bagi masing komponen tingkah laku tersebut, yaitu komponen 1 sampai dengan 7,
maka akan dapat dilakukan pembentukan kebiasaan tersebut.
Apa yang di kemukakan di atas adalah suatu
penyederhanaan mengenai prosedur pembentuka tingkah laku melalui operant-conditioning. Di dalam
kenyataannya, prosedur itu banyak sekali variasinya dan lebih kompleks daripada
apa yang di kemukakan di atas.
Teori skinner tersebut dewasa ini sangat besar
pengaruhnya, terutama di amerika serikat dan negara-negara pengruhnya,
konsep-konsep behavior control dan behavior modification yang sangat
populer di kalangan-kalangan tertentu, bersumber pada teori ini.
Di dalam dunia pendidikan, khususnya dalam lapangan
metodologi dan teknologi pengajaran, pengaruh ini sangat besar. Program-program
inovatif dalam bidang pengajaran sebagian besar disusun berdasarkan atas teori
skinner. Progaram-program yang demikian itu misalnya,
a) Programmed instruction, dan
sarananya Programmed book.
b) Computer assisted instruction
(CAI), dan
c)
Program yang menggunakan teaching machine.
F. JENIS-JENIS
STIMULI
1)
Positive reinforcement: penyajian
stimuli yang meningkatkan probabilitas suatu respons.
2)
Negative reinforcement: pembatasan stimuli
yang tidak menyenangkan, yang jika di hentikan akan mengkibatkan probabilitas
respon.
3)
Hukuman: pemberian stimulus yang tidak
menyenangkan misalnya “contradiction or reprimand”. Bentuk hukuman lain berupa
penangguhan stimulus yang menyenangkan (“removing a pleasant or reinforcing
stimulus”).
4)
Primary reinforcement: stimuli pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan phisikologi.
5)
Secondaru or learned reinforcement.
6)
Modifikasi tingkah laku guru: perlakuan
guru terhadap murid-murid berdasarkan minat dan kesenangan mereka.
G. PENJADWALAN
REINFORCEMENT
Jadwal reinforcement mengurai tentang kapan dan bagaimana suatu
respon di perbuat. Ada
empat cara penjadwalan reinforcement:
1.
“fixed-ratio schedule” ; yang di dasari
pada penyajian bahan pelajaran, yang mana pemberian reinforcement baru
memberikan penguatan respon setelah terjadi jumlah tertentu dari respon.
2.
“variable ratio schedule”; yang di
dasarkan atas penyajian bahan pelajaran dengan penguat setelah sejumlah
rata-rata respons.
3.
“fixed-interval schedule” yang didasarkan
atas satuan waktu tetap di antara “reinforcements”
4.
“variable
interval schedule” pemberian reinforcement menurut respon betul yang pertama
setelah terjadi kesalahan-kesalahan respon.
H.
OPERANT CONDITIONING DALAM
KEHIDUPAN NYATA
Prinsip-prinsip kondisioning operant
dapat menjelaskan banyak sekali misteri mengapa seseorang berlaku seperti apa
adanya, dan mengapa, terlepas dari segala macam seminar mengenai motivasi yang
telah mereka ikuti atau hadiri, atau juga setelah membuat resolusi tahun baru,
mereka tetap mengalami kesulitan untuk berubah menjadi seperti yang mereka
harapkan. Bila dalam dunia kerja dan rumah tangga masih tetap dipenuhi oleh
reinforcement, hukuman, maupun stimulus diskriminan yang lama (bos yang selalu
menggerutu, pasangan yang tidak responsive, kulkas yang senantiasa penuh dengan
makanan berkalori tinggi), setiap respons baru yang telah diperoleh dapat saja
gagal untuk tergeneralisasi.
Untuk membantu orang mengubah
perilaku dan kebiasaan yang tidak diharapkan, berbahaya, ataupun merugikan diri
sendiri, para ahli dalam aliran behaviorisme telah menggunakan prinsip-prinsip
kondisioning operant diluar konterks laboratorium dan juga dalam dunia yang
lebih luas, seperti dalam kelas, lapangan atletik, penjara, rumah sakit jiwa,
rumah perawatan atau panti, tempat rehabilitasi, penitipan anak, pabrik, dan
perusahaan. Penggunaan teknik-teknik kondisioning operant dalam latar belakang
dunia nyata ini sering kali disebut sebagai modivikasi perilaku. Modivikasi
perilaku adalah penerapan teknik-teknik kondisioning operant untuk mengajarkan
respons baru atau untuk mengurangi atau menghilangkan perilaku maladaptive atau
yang tidak diinginkan; disebut juga analisis perilaku terapan.
Modifikasi perilaku telah mencapai
kisah sukses yang luar biasa(Kazdin, 2001). Para
ahli behaviorisme telah mengajarkan orang tua bagaimana melatih kemampuan
mengatur perilaku buang air(toilet training) anak-anaknya hanya dalam beberapa
sesi(Azrir&Foxx, 1974). Mereka telah melatih orang dewasa yang mengalami
gangguan jiwa maupun yang memiliki keterbelakangan mental untuk berkomunikasi,
menggunakan pakaian secara mandiri, dan juga berbaur secara social dengan orang
lain, dan juga mendapatkan pekerja dan dan penghasilan mereka sendiri (Lent,
1968; McLeod, 1985). Mereka telah mengajarkan kepada pasien dengan kerusakan
otak untuk mengatur perilaku yang kurang tepat, memusatkan perhatian mereka,
dan meningkatkan kemampuan bahasa mereka(McGlynn, 1990). Mereka telah
mengembangkan program-program yang paling efektif untuk pada anak yang menderita
autisme untuk meningkatkan kemampuan dan ketrampilan social, bahaasa dan
akademinya (Green, 1996 a,b). mereka telah membantu orang-orang untuk
menghilangkan segala kebiasaan yang tidak diinginkan seperti merokok dan
menggigit kuku, atau menghasilakn kebiasaan baru yang diharapkan seperti
berlatih bermain piano ataupun belajar.
Meskipun demikian, ketika orang-orang
berupaya untuk mengaplikasikan prinsip-prinsip kondisioning pada masalah di
tempat-tempat umum, usaha mereka sering kali gagal. Mereka mungkin saja tidak
memiliki pemahaman yang kuat mengenai prinsip-prinsip perilaku, misalnya saja,
mereka mungkin saja menunda pemberian penghargaan terlalu lama, atau memberikan
partial reinforcement atas perilaku yang tidak diharapkan. Dan satu yang harus
di ingat adalah bahwa baik hukuman dan reinforcement perilaku, memiliki
keterbatasan masing-masing, seperti yang akan dilihat berikut ini :
PRO DAN KONTRA PENGGUNAAN HUKUMAN
Dalam sejumlah novel berjudul Walden two (1948/1976),
Skinner membayangkan sebuah utopia dimana reinforcement digunakan dengan begitu
bijaksana sehingga perilaku yang tidak diharapkan menjadi jarang muncul. Namun
demikian, kita tidak hidup dalam utopia seperti itu; kebiasaan-kebiasaan buruk
dan perilaku antisocial sering kali muncul di sekitar kita.
Sebuah solusi yang terlihat sangat
jelas mungkin saja menjadi sebuah hukuman bagi kita. Hampir semua Negara barat
telah melarang para pendidik dan kepala sekolah menggunakan hukuman fisik untuk
anak-anak usia sekolah. Dalam hubungan kita dengan orang lain, sering kali kita
menghukum perilaku orang lain dengan berteriak, mencela, dan menunjukkan
ketidakpuasan terhadap orang lain. Apakah semua hukuman bekerja secara efektif?
Ketika Hukuman
Berhasil
Terkadang, tidak perlu diragukan lagi bahwa hukuman
dapat menjadi efektif. Contohnya, hukuman dapat menghambat atau mencegah
beberapa perilaku kriminalitas remaja untuk tidak mengulangi kembali tindak
criminal yang mereka perbuat. Sebuah penelitian mengenai catatan kriminalitas
1944 dan 1947 (hampir sejumlah 29.000 orang) melihat lebih jauh penangkapan
kembali perilaku kriminalitas (para residivis)yang terjadi setelah mereka usia
26 tahun(Brennan&Mednick, 1944). Setelah dilakukan penahanan, dan juga
hukuman, ternyata angka terjadinya penangkapan atas kejahatn kecil dan serius
menurun, meskipun statistic menunjukkan angka yang relative tinggi. Namun
demikian, bertentangan dengan harapan dari para peneliti, tingkat hukuman yang
diberikan tidak menghasilkan perbedaan yang berarti, denda maupun masa percobaan
ternyata hamper sama efektivnya dengan hukuman penjara. Apa yang sangat menjadi
berpengaruh adalah adanya konsistensi dalam penerapan hukuman. Ini dapat
dimengerti, ketika para pelanggar hokum
dan aturan terkadang dapat menghindari hukuman atas kejahatan yang mereka
lakukan. Perilaku ini diperkuat secara berkala dan karenanya menjadi menjadi
semakin sulit untuk dihilangkan.
Ketika Hukuman
Gagal
Bagaimana dengan hukuman yang terjadi setiap hari dalam
keluarga, sekolah, dan lingkuungan kerja? Penelitian laboratorium dan
penelitian lapangan menemukan bahwa, bentuk hukuman ini juga sering kali gagal
untuk alasan-alasan berikut:
1.
Orang sering kali memberikan
hukuman dengan tidak tepat atau tanpa pertimbangan terlebih dahulu.
2.
Penerima hukuman sering kali
merespons dengan kecemasan, rasa takut atau rasa marah.
3.
Efektivitas penggunaan hukuman
sering kali bersifat sementara,bergantubg pada kehadiran orang yang memberikan
hukuman ataupun situasi dan kondisi.
4.
Kebanyakan perilaku yang tidak
tepat tidak dapat dihukum dengan segera.
5.
Hukuman sering kali mengandung
sedikit sekaliinformasi.
6.
Perilaku yang ditujukan untuk
menghukum malah mungkin dianggap sebagai reinforcement karena hal ini
memberikan perhatian.
MASALAH DENGAN PENGHARGAAN
Sejauh ini, kita telah mengagung agungkan penggunaan
reinforcement. Tetapi seperti halnya hukuman, reinforcement tidak selalu
bekerja sesuai dengan harapan.mari kita lihat dua masalah yang muncul ketika
orang menggunakan reinforcement.
Ketidaktepatan
Penggunaan Penghargaan.
Andaikan saja anda adalah guru seorng sekolah dasar
kelas 4, dan seorang siswa anda baru saj menyerahkan tulisan yang penuh dengan
kesalahan struktur bahasa dan penggunaan tanda baca. Anak ini memiliki
kepercayaan diri yang rendah dan sering kali mudah merasa menyerah dan putus
asa. Apa yang sebaiknya anda lakukan? Seperti kebanyakan orang anada mungkin
akan berfikir bahwa memberikan nilai yang tinggi pada tulisannya aedalah sebuah
keharusan untuk mempertebal harga diri anak tersebut. Pada kenyataannya,
guru-guru dimanapun juga akan memberiakn pujian, stiker bergambar wajah
bahagia, atau nilai yang tinggi sebagai harapan bahwa kinerja akademi siswa
tersebut akan meninggkat seiring juga dengan upaya mereka untuk belajar untuk
“merasan nyaman dengan diri sendiri”- meskipun melalui penelitian telah
ditemukan bahwa hargadiri yang tinggi tidak meningkatkan kinerja
akademik(Baumeister dkk ,,2003). Salah satu hasil yang jelas adalah terjadinya
peningkatan nilai pada setiap nilai pendidikan. Dibanyak perguruan tinggi,
nilai c yang dianggap rata-rata pada masa lalu atau dinilai cukup memuaskan
hamper tidak pernah lagi ditemukan.
Masalahnya, dari persepektif behaviorisme, untuk dapat
menjadi penghargaan yang efektif, penghargaan harus terikat dengan perilaku
yang hendak anada tingkatkan. Ketika penghargaan diberikan tanpa membedakan
kinerja, tanpa usaha yang keras untuk mendapatkannya, penghargaan tersebut
menjadi tidak bermakna karena mereka tidak lagi memperkuat perilaku yang
diharapkan, malah yang para guru dapatkan adalah usaha yang minim atau kerja
yang sedang-sedang saja. Hargadiri yang sesungguhnya muncul dari usaha,
kegigihan, dan juga pencapaian bertahap dari berbagia ketrampilan. Dan dipupuk
oleh apresiasi yang tulus dari guru terhadap isi atau hasil kerja siswa (Damon,
1995).
Mengapa
penghargaan dapat berdampak negative.
Kebanyakan dari contoh yang diberikan mengenai
kondisioning operant melibatkan reinforcement ekstrinsik. Reintforcement
ekstrinsic adalah perilaku yang secara tidak alami terkait dengan aktivitas
yang sedang diperkuat. Yang datang dari luar diri kita dan tidak secara alamiah
terkait dengan aktifitas yang diperkuat. Uang, pujian, bintang emas, pelukan,
dan acungan jempol adalah reintforcement ekstrinsik. Tetapi oarnag-orang dan
mungkin pula hewan mencari reinforcement intrinsic yaitu perilaku yang secara
alami terkait dengan aktivitas yang sedang diperkuat seperti kepuasan dan
kesenangan melakuakan tugas tertentu serta kepuasan yang dikaitkan dengan
pencapaian terteantu. Sebagaiman telah diterapkan oleh para psikolog dalam
dunia nyata, mereka menemuakn bahwa reinforcement ekstrinsik terkadang menjadi
terlalu berlebihan. Bial anada memusatkan perhatiaan anada hanya pada
reintforcement ekstrinsik saja, reinforcement ini dapat menghilangkan rasa
kesenangan melakukan hal itu sendiri.
ᐈ Best Casino Site in India 2021
BalasHapusList of best Online Casinos with Real Money Games ⚡️ List luckyclub of the best Online Casinos with Real Money Games ⚡️ Bonus codes for 2021.