Pengertian Bimbingan Dan
Konseling
A. Pengertian
Bimbingan Dan Konseling
Bimbingan dan konseling dilaksanakan “dari” manusia “untuk” manusia
dan “oleh” manusia. Dari manusia, artinya pelayanan itu diselenggarakan berdasarkan
hakikat keberadaan manusia dengan segenap dimensi kemanusiaannya. Untuk
manusia, dimaksudkan bahwa pelayanan tersebut diselenggarakan demi
tujuan-tujuan yang agung, mulia dan positif bagi kehidupan kemanusiaan menuju
manusia seutuhnya, baik sebagai individu atau kelompok. Oleh manusia, mengandung
pengertian penyelenggara kegiatan itu adalah manusia dengan segenap derajat,
martabat dan keunikan masing-masing yang terlibat di dalamnya.
- Pengertian Bimbingan
Rumusan tentang bimbingan formal
telah diusahakan orang setidaknya sejak awal abad ke-20, sejak dimulainya
bimbingan yang diprakarsai oleh Frank Parson pada tahun 1980. Sejak itu rumusan
demi rumusan tentang bimbingan bermunculan sesuai dengan perkembangan pelayanan
bimbingan itu endiri sebagai suatu pekerjaan khas yang ditekuni oleh para
peminat dan ahlinya.
Frank Parson, dalam Jones tahun 1951
merumuskan bahwa Bimbingan sebagai bantuan yang diberikan kepada individu untuk
dapat memilih, mempersiapkan diri, dan memangku suatu jabatan serta mendapat
kemajuan dalam jabatan yang dipilihnya itu.
Dari runusan-rumusan itu dapat
disimpulkan bahwa Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh
orang yang ahli kepada seorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak,
remaja maupun dewasa. Agar orang yang di bimbing dapat mengembangkan kemampuan
dirinya sendiri dan mandiri. Dengan memenfaatkan kekuatan individu dan sarana
yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.
- Pengertian Konseling
Istilah konseling berasal dari bahasa Latin, yaitu
“consilium” yang berarti
“dengan” atau “bersama” yang dirangkai dengan “menerima”
atau “memahami”. Dalam bahasa anglo-saxon konseling berasal dari “sellan” yang
berarti “menyerahkan” atau “menyampaikan”.
Konseling
adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh
seorang ahli (konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah
(klien) agar dapat teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien.
Proses konseling pada dasarnya adalah usaha
menghidupkan dan mendayagunakan secara penuh fungsi-fungsi yang minimal secara
potensial ada pada diri klien. Jika fungsi ini berjalan dengan baik dapat
diharapkan dinamika hidup klien akan kembali berjalan dengan wajar mengarah
pada tujuan yang positif.
B. Istilah Penyuluhan Dan Konseling
Istilah konseling digunakan untuk menggantikan istilah ‘penyuluhan’
yang selama ini menyertai kata bimbingan. Istilah penyuluhan secara histories
telah dipakai sejak tahu 1960-an.
Namun sejak tahun 1970-an muncul pemakaian
istilah ‘penyuluhan’ yang sama sekali diluar pengertian konseling. ‘Penyuluhan’
dalam pengertiannya yang kemudian itu lebih mengarah pada usaha-usaha suatu
badan, baik pemertintah maupun swasta untuk meningkatkan kesadaran, pemahaman,
sikap dan ketrampilan warga masyarakat berkenaan dengan hal tertentu. Akibatnya masyarakat akan menyama ratakan
saja pengertian penyuluhan untuk konseling dan penyuluhan untuk arti lain itu.
Sejak
tahun 1980-an gerakan bimbingan mulai digalakkan dengan penggunaan istilah
konseling. Para pemakai istilah ini sengaja memakaikan untuk benar-benar
menampilakan pelayanan yang sebenarnya dari usaha yang dimaksudkan itu. Lebih
jauh digunakan untuk menggantikan istilah penyuluhan yang ternyata sudah
dipakai secara lebih luas untuk pengertian yang lebih bersifat non-konseling.
C. Perkembangan Konsepsi
Bimbingan dan Konseling
Di
Negara-negara yang bimbingan dan konselingnya telah maju, terutama amerika
serikat, perkembangan gerakan tentang bimbingan dan konseling yang memberikan
makna berbeda terus berlangsung . Militer(1961) meringkaskan perkembangan
bimbingan dan konseling kedalam lima periode.
Pada
awal perkembangannya gerakan bimbingan yang diprakarsai oleh Frank Parson,
pengertian bimbingan baru mencakup bimbingan jabatan. Pada tahap ini yang
umumnya disebut sebagai periode parsoian, bimbingan dilihat sebagai usaha
mengumpulkan berbagai keterangan tentang individu dan jabatan. Kedua jenis
keteranagan itu kemudian dipasang dan dicocokkan yang pada akhirnya menemukan
jabatan apa yang paling cocok untuk individu yang dimaksudkan.
Pada periode kedua, gerakan bimbingan
lebih menekankan pada bimbingan pendidikan. Dalam tahap ini bimbingan
dirumuskan sebagai suatu totalitas pelayanan yang secara keseluruhan dapat
diintegrasiakan ke dalam upaya pendidikan. Pada kedua periode ini, rumusan
tentang konseling belum dimunculkan.
Pada periode ketiga, pelayanan untuk
penyelesaian diri mendapat perhatian utama. Pada periode ini disadari benar
bahwa pelayanan bimbingan tidak hanya disangkut pautkan dengan usaha-usaha pendidikan
saja, tidak pula hanya mencocokkan individu untuk jabatan-jabatan tertentu
saja, melainkan juga bagi peningkatan kehidupan mental.
Periode keempat gerakan bimbingan
menekankan pentingnya proses perkembangan individu. Pada periode ini pelayanan
bimbingan dihubungkan dengan usaha individu untuk memenuhi tugas-tugas
perkembangannya; membantu individu dalam mengembangkan potensi dan kemampuannya
dalam mencapai kematangan dan kedewasaan menjadi tujuan yang utama.
Periode berikutnya, di tandai sebagai
periode ke lima, tampak adanya dua arah yang berbeda, yaitu kecenderungan yang
lebih menekankan pada rekonstruksi social(dan personal) dalam rangka membantu
pemecahan masalah yang dihadapi individu. Pada dua tahap yang terakhir ini
tampak tumpang tindihnya pengertian bimbingan dan konseling, yang satu dapat
dibedakan dari yang lain, tapi tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
D. Tujuan Bimbingan dan
Konseling.
Sejalan
dengan perkembangannya konsepsi bimbingan dan konseling, maka tujuan bimbingan dan
konseling pun mengalami perubahan, dari yang sederhana sampai ke yang lebih
komprehensif. Perkembangan itu dari waktu ke waktu dapat dilihat pada kutipan
dibawah ini:
… untuk membantu individu membuat pilihan-pilihan,
penyesuaian-penyesuaian dan
interprestasi-interprestasi dalam hubungannya dengan situasi-situasi tertentu.
(Hamrin & Clifford, dalam jones 1951)
… untuk memperkuat fungsi-fungsi pendidikan.
( Bradshow, dalam Mc Daniel 1956)
… untuk membantu orang-orang menjadi insan yang
berguana, tidak hanya sekedar mengikuti kegiatan-kegiatan yang berguna saja.
(Tiedeme, dalam Bernard & Fullmer 1969)
Dari
perkembangan tujuan itu tampak bahwa tujuan umum bimbingan dan konseling adalah
untuk membantu individu memperkembangkan diri secara optimal sesuai dengan
tahap perkembangan dan predisposisi yang dimilikinya(seperti kemampuan dasar
dan bakat-bakatnya), berbagai latar belakang yang ada (seperti latar belakang
keluarga, pendidikan, status social ekonomi), serta sesuai dengan tuntutan
positif lingkungannya.
E. Asas-asas Bimbingan dan Konseling
Pelayanan bimbingan dan konseling adalah pekerjaan professional.
Sesuai dengan uraian tentang pemahaman, penanganan dan penyikapan(yang meliputi
unsur-unsur kognitif, afeksi, dan perlakuan) konselor terhadap kasus, pekerjaan
professional itu harus dilaksanakan dengan mengikuti kaidah-kaidah yng menjamin
efisien dan efektivitas proses dan lain-lain.
Dalam
penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling kaidah-kaidah tersebut di
kenal dengan asas-asas bimbingan dan konseling, yaitu ketentuan-ketentuan yang
harus diterapkan dalam penyelenggaraan pelayanan itu.
1.
Asas kerahasiaan yaitu asas
bimbingan dan konseling yang menuntut dirahasiakannya segenap data dan
keterangan tentang konseli yang menjadi sasaran pelayanan, yaitu data atau
keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh orang lain. Dalam
hal ini guru pembimbing berkewajiban penuh memelihara dan menjaga semua data
dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-benar terjamin.
2.
Asas kesukarelaan yaitu asas
bimbingan dan konseling yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan konseli
mengikuti/ menjalani pelayanan/ kegiatan yang diperlukan baginya. Dalam hal ini
guru pembimbing berkewajiban
membina dan mengembangkan kesukarelaan
tersebut.
3.
Asas keterbukaan yaitu asas
bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli yang menjadi sasaran
pelayanan/ kegiatan bersifat terbuka dan tidak berpura-pura, baik di dalam
memberikan keteranagan tentang dirinya sendiri maupaun dalam menerima berbagai
informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Dalam
hal ini guru pembimbing berkewajiban mengembangkan keterbukaan konseli.keterbukaan
ini amat terkait pada terselenggaranya asas kerahasiaan dan adanya kesukarelaan
pada diri konseli yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan. Agar konseli dapat
terbuka, guru pembimbing terlebih dahulu harus ersikap terbuka dan tidak
berpura-pura.
4.
Asas kegiatan, yaitu asas
bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli yang menjadi sasaran
pelayanan berpartisipasi secara aktif di dalam penyelenggaraan
pelayanan/kegiatan bimbingan.Dalam hal ini guru pembimbing perlu mendorong
konseli untuk aktif dalam setiap pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling
yang diperuntukkan baginya.
5.
Asas kemandirian yaitu asas
bimbingan dan konseling yang menunjukan pada tujuan umum bimbingan dan
konseling, yakni: konseli sebagai sasaran pelayanan bimbingan dan konseling
diharapkan menjadi konseli-konseli yang mandiri dengan cirri-ciri mengenal dan
menerima diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan
dan mewujudkan diri sendiri. Guru pembimbing hendaknya mampu mengarahkan
segenap pelayanan bimbingan dan konseling yang diselenggarakannya bagi
berkembangnya kemandirian konseli.
6.
Asas kekinian, yaitu asas
bimbingan dan konseling yang menghendaki agar objek sasaran pelayanan bimbingan
dan konseling ialah permasalahan konseli dalam kondisinya sekarang. Pelayanan
yang berkenan dengan “ masa depan atau kondisi masa lampau pun” dilihat dampak
dan atau kaitannya dengan kondisi yang ada dan apa yang diperbuat sekarang.
7.
Asas kedinamisan, yaitu asas
bimbingan dan konseling yang menghendaki agar isi pelayanan terhadap sasaran
pelayanan(konseli) yang sama kehendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton,
dan terus berkembang serta berkelenjatuan sesuai dengan kebutuhan dan tahap
perkembangannya dari waktu ke waktu.
8.
Asas keterpaduan yaitu asas
bimbingan dan konseling yang menghendaki agar berbagai pelayanan dan kegiatan
bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak
lain, saling menunjukan, harmonis, dan terpadu. Untuk ini kerja sama antara
guru pembimbing dan pihak-pihak yang berperan dalam penyelenggaraan pelayanan
bimbingan dan konseling perlu terus dikembangkan. Koordinasi segenap pelayanan/
kegiatan bimbingan dan konseling itu harus dilaksanakan sebaik-baiknya.
9.
Asas keharmonisan yaitu asas
bimbingan dan konseling yang menghendaki agar segenap pelayanan dan kegiatan
bimbingan dan konseling didasarkan pada dan tidak boleh bertentanagn dengan
nilai dan norma yang ada, yaitu nilai dan norma agama, hukum dan peraturan,
adapt istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan yang berlaku. Bukanlah
pelayanan atau kegiatan bimbingan dan konseling yang dapat dipertanggung
jawabkan apabila isi dan pelaksanannya tidak berdasarkan nilai dan nilai yang
dimaksudkan itu. Lebih jauh, pelayanan dan kegiatan bimbingan dan knseling
justru harus dapat meningkatkan kemampuan konseli
memahami, menghayati, dan mengamalkan
nilai dan norma tersebut.
10.
Asas keahlian yaitu asas
bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pelayanan dan kegiatan bimbingan
dan konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah professional.Dalam hal
ini,para pelaksana pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling hendaklah
tenaga yang benar-benar ahli dalam bidang
bimbingan dan konseling.Keprofesionalan guru pembimbing harus terwujud
baik dakam penyelenggaraan jenis-jenis pelayanan dan kegiatan dan konseling
maupun dalam penegakan kode etik bimbingan dan konseling.
11.
Asas alih tangan kasus,yaitu
asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu
menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas
waktu permasalahan konseli mengalih tangankan permasalahan itu kepada pihak
yang lebih ahli.Guru pembimbing dapat menerima ahli tangan kasus orang
tua,guru-guru lain,atau ahli lain:dan demikian pula guru pembimbing dapat
mengalih tangankan kasus kepada guru mata pelajaran/praktik dan lain-lain.
12.
Asas Tutwuri Handayani,yaitu
menunjuk pada suasana umum yang hendaknya tercipta dalam rangka hubungan
keseluruhan antara konselor dan klien.Lebih-lebih dilingkungan di sekolah,asas
ini makin dirasakan keperluanya dan perlu dilengkapi dengan”ing ngarso sung
tulodo,ing madya mangun karso”.Asas ini menuntut agar pelayanan bimbingan dan
konseling tidak hanya dirasakan pada waktu klien mengalami masalah dan
menghadap kepada konselor saja,namun diluar hubungan proses bantuan bimbingan
dan konseling pun hendaknya dirasakan adanya dan manfaatnya pelayanan bimbingan
dan konseling itu.
F. Kesalahpahaman dalam
Bimbingan dan Konseling
Uraian
terdahulu mengemukakan bahwa pelayanan Bimbingan dan Konseling merupakan barang impor yang pengembangannya di
Indonesia masih tergolong baru. Apabila untuk penggunaan istilah saja, terutama
istilah penyuluhan dan konseling, masih
belum ada kesepakatan semua pihak, maka dapat dimengerti kalau sampai sekarang
masih banyak kesalah pahaman dalam bidang bimbingan dan konseling itu. Kesalah
pahaman seperti itu lebih mungkin lagi terjadi mengingat pelayanan bimbingan
dan konseling dalam waktu yang relative tidak begitu lama telah tersebar luas,
terutama ke sekolah-sekolah, di seluruh pelosok tanah air. Kesalah pahaman yang
sering dijumpai di lapangan antara lain adalah sebagai berikut:
1.
Bimbingan dan Konseling
disamakan saja dengan atau dipisahkan sama sekali dari pendidikan.
Ada dua pendapat yang berkenaan
dengan pelaksanaan bimbingan dan konseling. Pertama, pendapat yang mengatakan
bahwa bimbingan dan konseling sama saja dengan pendidikan. Pendapat ini
menganggap bahwa pelayanan khusus bimbingan dan konseling tidak perlu
disekolah. Kedua, pendapat yang mengatakan bahwa pelayanan bimbingan dan
konseling harus benar-bena dilaksanakan secara khusus oleh tenaga yang
benar-benar ahli dengan perlengkapan(alat,tempat,dan sarana) yang benar-benar
memenuhi syarat.
2.
Konselor di sekolah dianggap
polisi sekolah.
Masih banyak anggapan bahwa peranan
konselor di sekolah adalah sebagai polisi sekolah yang harus menjaga dan
mempertahankan tata tertib, disiplin dan keamanan sekolah. Anggapan ini
mengatakan “barang siapa diantara siswa-siswi melanggar peraturan dan disiplin
sekolah harus berurusan dengan konselor”. Dapat dibayangkan bagaimana tanggapan
siswa tehadap konselor yang mempunyai wajah seperti tersebut. Konselor dianggap
sebagai “keranjang sampah”, yaitu tempat ditampungnya siswa-siswi yang rusak/
tidak beres, dilain pihak dianggap sebagai “manusia super”. Yang harus dapat
mengetahui dan dapat mengungkapkan hal-hal yang muskil yang melatar belakangi
suatu kejadian atau masalah.
3.
Bimbingan dan konseling
dianggap semata-mata sebagai proses pemberian nasihat.
Bimbingan dan konseling bukan hanya
bantuan yang berupa pemberian nasihat. Pemberian nasihat hanya merupakan sebagian
kecil dari upaya-upaya bimbingan dan konseling. Pelayanan bimbingan dan
konseling menyangkut seluruh kepentingan klien dalam rangka pengembangan
pribadi klien secara optimal. Konselor juga harus melakukan upaya-upaya tindak
lanjut serta mensinkronisasikan upaya yang satu dengan upaya yang lainnya
sehingga keseluruhan upaya itu menjadi suatu rangkaian yang terpadu dan
berkesinambungan.
4. Bimbingan dan Konseliung dibatasi
pada hanya menangani masalah yang bersifat incidental.
Memang sering kali
pelayanan bimbingan dan konseling bertitik tolak dari masalah klien sekarang,
yang sifatnya diadakan. Namun pada hakikatnya pelayanan itu sendiri menjangkau
dimensi waktu yang lebih luas, sekarang, dan yang akan datang. Disamping itu
konselor tidak lah seyogyanya menunggu saja klien datang dan mengemukakan
masalahnya.
5.
Bimbingan dan Konseling
dibatasi hanya untuk klien-klien tertentu saja.
Pelayanan bimbingan dan konseling
bukan tersedia dan tertuju untuk klien-klien tertentu saja, tetapi terbuka
untuk segenap individu ataupun kelompok yang memerlukannya. Jika pun ada
penggolongan, maka penggolongan itu didasarkan atas klasifikasi masalah(seperti
bimbingan dan konseling pendidikan, jabatan/pekerjaan, keluarga/perkawinan),
bukan atas dasar kondisi klien(misalnya jenis kelamin, kelas social/ekonomi,
agama, suku dan lain sebagainya).
6.
Bimbingan dan Konseling
melayani “orang sakit” dan atau “kurang normal”.
Bimbinagan dan Konseling tidak
melayani “orang sakit” dan “kurang normal”. Bimbingan dan konseling hanya melayani
orang-orang normal yang mengalami masalah tertentu. Konselor yang memiliki
kemampuan tinggi akan mampu mendeteksi dan mempertimbangkan lebih jauh tentang
mantap atau kurang mantapnya fungsi-fungsi yang ada pada kliaen sehingga
kliennya itu perlu dikirim pada dokter atau psikiater. Penanganan masalah oleh
ahlinya secara tepat akan memberiakn jasmani yang telah kuat bagi keberhasilan
pelayanan.
7.
Bimbingan dan Konseling bekerja
sendiri.
Pelayanan bimbingan dan konseling
bukanlah proses yang terisolasi,melainkan proses yang bekerja sendiri syarat
dengan unsur-unsur budaya,social dan lingkungan.Oleh karenanya pelayanan
bimbingan dan konseling tidak mungkin menyendiri.Konselor perlu bekerja sama
dengan orang-orang yang diharapkan dapat membantu penanggulangan masalah yang
sedang dihadapi oleh klien.Disekolah misalnya,masalah-masalah yang dihadapi
oleh siswa tidak berdiri sendiri.Masalah itu sering kali saling terkait dengan
orang tua siswa,guru dan pihak-pihak:terkait pula dengan berbagai unsur
lingkungan rumah,sekolah dan masyarakat sekitarnya.
8.
Konselor Harus Aktif,Sedangkan
Pihak Lain Pasif
Sesuai dengan asas kegiatan,disamping konselor
yang bertindak sebagai pusat penggerak bimbingan dan konseling,pihak lain
pun,terutama klien,harus secara langsung aktif terlibat dalam proses
tersebut.Lebih jauh,pihak-pihak lain hendaknya tidak membiarkan konselor
bergerak dan berjalan sendiri.Mereka hendaknya membantu kelancaran usaha
pelayanan itu.Pada dasarnya pelayanan bimbingan dan konseling adalah usaha
bersama yang beban kegiatanya tidak semata-mata ditimpakan hanya kepada
konselor saja.Jika kegiatan yang pada dasarnya bersifat usaha bersama itu hanya
dilakukan oleh satu pihak saja,dalam hal ini konselor,maka hasilnya akan
berkurang mantap,tersendat-sendat atau bahkan tidak berjalan sama sekali.
9.
Menggangap Pekerjaan Bimbingan
dan Konseling Dapat Dilakukan Oleh Siapa Saja
Benarkah pekerjaan bimbingan dan
konseling dapat dilakukan oleh siapa saja?jawabanya bisa “benar”dan busa pula
“tidak”.”Benar”,jika bimbingan dan konseling dianggap sebagai pekerjaan yang
mudah dan dapat dilakukun secara amatiran belaka.”Tidak”,jika bimbingan dan
konseling dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip keilmuan(yaitu mengikuti
filosofi,tujuan,metode dam asas-asas tertentu),dengan kata lain dilaksanakan
secara professional.
10. Pelayanan Bimbingan Dan Konseling Berpusat Pada
Keluhan Pertama Saja
Pada
umumnya usaha pemberian bantuan memang diawali dengan melihat gejala-gejala
dan/atau keluhan awal yang disampaikan oleh klien.Namun demikian,jika
pembahasan masalah itu dilanjutkan,didalam dan dikembangkan,sering kali
ternyata bahwa masalah yang sebenarnya lebih jauh,lebih luas dan lebih pelik
apa yang sekedar tampak atau disampaikan itu.Bahkan kadang-kadang masalah yang
sebenarnya sama sekali lain dari pada yang tampak atau dikemukakan itu.Usaha
pelayanan seharusnyalah dipusatkan pada masalah yang sebenarnya itu.Konselor
tidak boleh terpukau oleh keluhan atau masalah yang pertama diasampaikan oleh
klien.
11.Menyamakan Pekerjaan Bimbingan
dan Konseling dengan Pekerjaan Dokter atau Psikiater
Memang
dalam hal-hal tertentu terdapat persamaan antara bimbingan dan konseling dengan
pekerjaan dokter,atau psikiater,yaitu sama-sama menginginkan klien atau pasien
terbebas dari penderitaan yang dialaminya.Disamping itu,baik konselor maupun
dokter atau psikiater,memakai teknik-teknik yang sudah teruji pada bidang
pelayanannya masing-masing untuk mengungkapkan masalah klien/pasien,untuk
melakukan prognosis dan diagnosis,dan akhirnya menetapkan cara-cara pengentasan
masalah ataupun penymbuhannya.
12.Menggangap Hasil Pekerjaan Bimbingan dan Konseling
Harus Segera Dilihat
Disadari bahwa semua menghendaki
agar masalah yang dihadapi klien sesegera mungkin dapat diatasi,hasilnya pun
hendaknya dapat dilihat dengan segera. Usaha-usaha bimbingan dan konseling
bukanlah lampu aladin yang dalam sekekejap saja sudah dapat mewujudkan apa yang
diminta.Usaha yang menyangkut aspek-aspek mental/psikologis dan tingkah laku
tidaklah dapat didesak-desakkan atau dicepat-cepatkan sehingga lekas masak.
13.Menyamaratakan Cara Pemecahan Masalah bagi Semua
Klien
Cara
apapun yang akan dipakai untuk mengatasi masalah haruslah sesuai dengan pribadi
klien dan berbagai hal yang terkait dengannya.Tidak ada suatu cara pun yang
ampuh untuk semua klien dan semua masalah.Bahkan sering kali terjadi,untuk
masalah yang sama pun cara yang dipakai perlu dibedakan.Masalah yang
tampaknya”sama”setelah dikaji secara mendalam mungkin ternyata hakikatnya
berbeda,sehingga diperlukan cara yang berbeda untuk mengatasinya. Pada
dasarnya, pemakaian sesuatu cara tergantung pada pribadi klien, jenis dan sifat
masalah, tujuan yang ingin dicapai, kemampuan petugas bimbingan konseling, dan
saranan yang tersedia.
14.
Memusatkan usaha Bimbingan dan
Konseling hanya pada penggunaan instrumentasi bimbingan dan konseling(Misalnya
tes, inventori, angket, dan alat pengungkap lainnya)
Perlu diketahui bahwa perlengkapan
dan saranan utama yang pasti ada dan dapat dikembangkan pada diri konselor
ialah ketrampilan pribadi. Dengan kata lain, ada dan digunakan instrument(test,
inventori, angket, dan sebagainya itu) hanyalah sekedar pembantu. Kemudian
alat-alat itu tidak boleh mengganggu, menghambat, ataupun melumpuhkan sama
sekali usaha pelayanan bimbingan dan konseling. Oleh sebab itu, konselor
hendaklah tidak menjadikan ketiadaan instrument seperti itu sebagai alasan atau
dalih untuk mengurangi, apalagi tidak melaksanakan layanan bimbingan dan
konseling sama sekali. Petugas bimbingan dan konseling yang baik akan selalu
menggunakan apa yang dimiliki secara optimal sambil terus berusaha
mengembangkan sarana-sarana penunjang yang diperlukan.
15.
Bimbingan dan Konseling
dibataai pada hanya menangani masalah-masalah yang ringan saja.
Menetapkan suatu masalah berat atau
ringan, tidaklah mudah. Suatu masalah mungkin tampaknya ringan, tetapi setelah
dikaji dan diungkapkan berbagai sangkut pautnya, ternyata adalah berat.
Sebaliknya suatu yang tampak berat, pelik, dan sebagainya, setelah dibahas
dengan baik ternyata tidak merisaukan dan dapat diatasi dengan tidak perlu
bersusah payah. Dalam hal ini memberikan sifat ringan atau berat kepada masalah
yang dihadapi klien tidaklah perlu dan hal itu tidak akan membantu meringankan
pemecahan masalah itu sendiri. Tanpa menyebut bahwa masalah yang dihadapi itu
berat atau ringan, tugas bimbingan dan konseling ialah menanganinya dengan
cermat dan tuntas.
Daftar
Pustaka
1.
Buku Syamsu,LN dan A. Yuntika
Nurihson,2006, Landasan Bimbingan dan Konseling, Jakarta,PT Remaja rosdakarya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar