PENGERTIAN DAN GEJALA KESULITAN
BELAJAR
A. PENGERTIAN
KESULITAN BELAJAR
Kesulitan belajar dapat diartikan
sebagai suatu kondisi dalam proses belajar yang ditandai adanya
hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar. Hambatan-hambatan ini
mungkin disadari dan mungkin juga tidak disadari oleh orang yang mengfalaminya,
dan dapat bersifat sosiologis, psikologis ataupun fisiologis dalam keseluruhan
proses beljarnya. Orang yang mengalami hambatan dalam proses mencapai hasil
belajar akan mendapat hasil dibawah semestinya.
Kesulitan belajar mempunyai pengertian
yang luas dan kedalamannya termasuk pengertian-pengertian seperti:
1.
Learning
Disorder (ketergantungan belajar)
Keadaan
dimana proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang
bertentangan. Sehingga hasil belajar yang dicapai akan lebih rendah dari
potensi yang dimiliki.
2.
Learning
Disabilities (ketidakmampuan belajar)
Ketidakmampuan
seorang murid yang mengacu kepada gejala dimana murid tidak mampu belajar
(menghindari belajar), sehingga hasil belajarnya dibawah potensi
intelektualnya.
3.
Learning
Disfunction (ketidakfungsian belajar)
Menunjukkan
gejala dimana proses belajar tidak berfungsi dengan baik meskipun pada dasarnya
tidak ada tanda-tanda subnormalitas mental, gangguan alat indera atau
gangguan-gangguan psikologis lainnya.
4.
Under
Arhiever (pencapaian rendah)
Mengacu
kepada murid murid yang memiliki tingkat potensi intelektual diatas normal,
tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah.
5.
Slow
Learner (lambat belajar)
Murid
yang lambat dalam proses belajarnya sehingga membutuhkan waktu dibandingkan
dengan murid-murid yang lain yang memiliki taraf potensial intelektual yang
sama.
Ciri-ciri
tingkah laku yang merupakan pernyataan manifestasi gejala kesulitan belajar
antara lain:
1. Menunjukkan
hasil belajar yang rendah dibawah rata-rata nilai yang dicapai oleh kelompoknya
atau dibawah potensi yang dimiliki.
2. Hasil
yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan. Mungkin ada
murid yang sudah berusaha untuk belajar dengan giat, tetapi nilai yang dicapai
selalu rendah.
3. Lambat
dalam melakukan tugas tugas kegiatan belajar. Selalu tertinggal dari
kawan-kawan dalam menyelesaikantugas sesuai dengan waktu yang ditentukan.
4. Menunjukkan
sikap yang kurang wajar seperti acuh tak acuh, menentang, berpura-pura , dusta
dan sebagainya.
5. Menunjukkan
tingkah laku yang kurang wajar seperti membolos, datang terlambat tidak
mengerjakan tugas, mengganggu didalam atau diluar kelas, tidak mau mencatat
pelajaran, tidak tertib, mengasingkan diri, tidak mau bekerjasama dan
sebagainya.
6. Menunjukan
gejala emosional yang kurang wajar, seperti pemurung, mudah tersinggung,
pemarah, kurang gembira dalam menghadapi nilai yang rendah tidak menunjukkan
perasaan sedih dan menyesal dan sebaginya.
Burton
mengidentifikasi seseorang murid dapat diduga mengalami kesulitan belajar,
kalau yang bersangkutan menunjukkan kegagalan tertentu dalam mencapai
tujuan-tujuan belajarnya. Kegagalan belajar diidentifikasikan oleh H.W. Burton
(dalam Mulyadi, 2008) adalah sebagai berikut:
1. Murid
dikatakan gagal apabila dalam bataswaktu tertentu yang bersangkutan tidak
mencapai ukuran tingkat keberhasilan atau tingkat penguasaan minimal dalam
pelajaran tertetu seperti yang telah ditetapkan oleh guru. Murid yang demikian
tergolong kedalam “lower group”.
2. Murid
dikatakan gagal apabila yang bersangkutan tidak dapat mengerjakan atau mencapai
prestasi yang semestinya berdasarkan ukuran tingkat kemampuan, intelegansi,
bakat yang ia ramalkan akan bisa mengerjakan atau mencapai prestasi tersebut.
Murid yang demikian tergolong “under
achiever”.
3. Murid
dikatakan gagal apabila yang bersangkutan tidak dapat mewujudkan tugas-tugas
perkembangan, termasuk penyesuaian sosial. Murid yang demikian tergolong “slow learner”.
4. Murid
dikatakan gagal apabila yang bersangkutan tidak berhasil mencapai tingkat
penguasaan yang diperlukan sebagai persyaratan bagi kelanjutan pada tingkat
pelajaran berikutnya. Murid yang demikian tergolong “slow learner”.
Dari keempat pengertian diatas dapat
disimpulkan bahwa seorang murid dapat diduga mengalami kesulitan belajar kalau
yang bersangkutan tidak berhasil mencapai taraf kualifikasi hasil belajar
tertentu dalam batas-batas waktu tertentu.
B. PATOKAN
GEJALA KESULITAN BELAJAR
Dengan
patokan (kriteria) ini akan dapat ditentukan batas dimana individu dapat
diperkirakan mengalami kesulitan belajar. Kemajuan belajar individu dapat
dilihat dari segi tujuan yang harus dicapai, tingkat pencapaian hasil belajar
dibandingkan potensinya, kedudukan dalam kelompok yang memiliki potensi yang
sama dan dapat dilihat dari kepribadiannya. Berdasarkan hal ini, patokan
kesulitan belajar dapat ditentukan seperti dibawah ini:
1. Tingkat
Pencapaian Tujuan
Hasil
belajar yang dicapai akan merupakan ukuran tingkat pencapaian tujuan tersebut.
Secara statistik berdasarkan “distribusi normal” seorang dikatakan berhasil, jika dapat
menguasai sekurang kurangnya 60% dari
tujuan yang harus dicapai. Teknik yang dapat dipakai ialah dengan menganalisis
prestasi belajar dalam bentuk nilai hasil belajar. Diperkirakan anak yang
penguasaannya kurang dari 60% mengalami kesulitan belajar. Misalnya seorang
guru bidang studi melihat ada 10 dari 50 murid yang mendapat nilai kurang dari
6. Maka 10 murid tersebut diperkirakan mengalami kesulitan belajar, sehingga
guru dapat menganalisis lebih lanjut agar dapat memberikan bimbingan secara
tepat.
2. Perbandingan
antara Potensi dengan Prestasi
Prestasi
belajar yang dicapai seorang murid tergantung pada tingkat potensinya
(kemampuan) baik yang berupa bakat maupun kecerdasan. Anak yang mempunyai
potensi tinggi cenderung dapat memperoleh prestasi yang lebih tinggi pula, dan
sebaliknya anak yang memiliki potensi rendah akan mendapat prestasi yang rendah
pula. Dengan membandingkan antara potensi dan prestasi yang dicapai, dapat diperkirakan
sejauh mana anak dapat mewujudkan potensinya. Murid yang mendapat kesulitan
belajar ialah jika terdapat perbedaan yang besar antara prestasi dan potensi.
Misalnya seorang muridmemiliki tingkat IQ 180, tetapi ternyata mendapat nilai
yang rendah dalam setiap mata pelajaran.
3. Kedudukan
dalam Kelompok
Murid
diperkirakan mengalami kesulitan beajar jika menduduki urutan paling bawah dari
kelompoknya. Melalui teknik ini guru dapat mengurutkan seluruh murid
berdasarkan nilai yang dicapai mulai dari nilai yang tertinggi sampai nilai
yang paling rendah, sehingga tiap murid memperoleh nomor urut prestasi. Mereka
yang menduduki sebanyak 25% dari bawah dianggap mengalami kesulitan belajar.
Misalnya ada 60 murid dan telah diurutkan kedudukannya berdasarkan prestasi
(nilainya) maka yang menghadapi kesulitan belajar adalah 15 murid yang berada
diurutan bawah.
4. Tingkah
Laku yang Nampak
Hasil
belajar yang dicapai oleh seorang murid akan nampak pada tingkah lakunya.
Setiap proses belajar mengajar akan menghasilkan perubahan dalam aspek-aspek
tingkah lakunya. Murid yang tidak berhasil dalam belajar akan menunjukan pola
tingkah laku yang menyimpang. Misalnya menunjukkan sifat acuh tak acuh,
melalaikan tugas, menentang, membolos, menyendiri, dusta, kurang motivasi serta
gangguan emosional lainnya.
Sumber:
Mulyadi. (2012). Diagnosis
Kesulitan Belajar. Yogjakarta : Nuha Litera
Tidak ada komentar:
Posting Komentar