Minggu, 09 Juni 2013

Pola Emosi pada Remaja

EMOSI REMAJA


A.     PENGERTIAN EMOSI
     Emosi adalah sebagai sesuatu suasana yang kompleks (a complex feeling state) dan getaran jiwa ( a strid up state ) yang menyertai atau munculnya sebelum dan sesudah terjadinya perilaku. (Syamsudin, 2005:114).
            Menurut Daniel Goleman (2002: 411)  refers to a feeling of emotions and thoughts are typical, a biological and psychological circumstances and a series of tendencies to act.  Emotion is basically the impetus to act.
       Emotion-related physiological changes and various thoughts.  So, emotion is one important aspect of human life, because emotions can be a motivator of behavior in terms of increase, but also can interfere with human intentional behavior.  (Prawitasari, 1995)
      Sementarai itu, Chaplin (1989)  dalam Dictionary of Psychologi mendefinisikan emosi sebagai suatu keadaan yang terangsang oleh organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam sifatnya dari perubahan perilaku. Chaplin (1989) (dalam M. Ali dan M. Asrori, 2004:62 ) membedakan emosi dengan perasaan, dan dia mendefinisikan perasaan (feelings) adalah pengalaman disadari yang diaktifkan baik dari perangsang eksternal maupun oleh bermacam-macam keadaan jasmaniah.
Sedangkan menurut Crow & crow (1958) (dalam Sunarto, 2002:149) emosi adalah “An emotion, is an affective experience that accompanies generalized inner adjustment and mental physiological stirred up states in the individual, and that shows it self in his overt behavior.” Jadi emosi adalah pengalaman afektif yang disertai penyesuaian dari dalam diri individu tentang keadaan mental dan fisik dan berwujud suatu tingkah laku yang tampak.
Definisi lain menyatakan bahwa emosi adalah suatu respons terhadap suatu perangsang yang menyebabkan perubahan fisiologis disertai perasaan yang kuat dan biasanya mengandung kemungkinan untuk meletus. Respons demikian terjadi baik terhadap perangsang-perangsang eksternal maupun internal (Soegarda Poerbakawatja, 1882) ( dalam M. Ali dan M. Asrori, 2004:62 ). Dengan definisi ini semakin jelas perbedaan antara emosi dengan perasaan, bahkan disini tampak jelas bahwa perasaan termasuk ke dalam emosi atau menjadi bagian dari emosi.
    
B.     BENTUK-BENTUK EMOSI
     Meskipun emosi itu sedemikan kompleksnya, namun Daniel Goleman (1995) (dalam M. Ali dan M. Asrori, 2004:63) mengidentifikasi sejumlah kelompok emosi, yaitu sebagai berikut.

1.      Amarah, di dalamnya meliputi brutal, mengamuk, benci, marah besar, jengkel, kesal hati, terganggu, bermusuhan, tindak kekerasan, dan kebencian patologis.
2.      Kesedihan, di dalamnya meliputi pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihani diri, kesepian, di tolak, putus asa, dan depresi.
3.      Rasa takut, di dalamnya meliputi cemas, takut, gugup, khawatir, waswas, perasaan takut sekali, sedih, waspada, tidak tenang, ngeri, kecut, panik, dan phobia.
4.      Kenikmatan, di dalamnya meliputi bahagia, gembira, ringan puas, riang, senang, terhibur, bangga, kenikmatan indrawi, takjub, terpesona, puas, rasa terpenuhi, girang, senang sekali, dan mania.
5.      Cinta, di dalamnya meliputi penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, kasmaran, dan kasih saying.
6.      Terkejut, di dalamnya meliputi terkesiap, takjub, dan terpana.
7.      Jengkel, di dalamnya meliputi hina, jijik, muak, mual, benci, tidak suka, dan mau muntah.
8.      Malu, di dalamnya meliputi rasa bersalah, malu hati, kesal hati, menyesal, hina, aib, dan hati hancur lebur.

Dari deretan daftar emosi tersebut, berdasarkan temuan penelitian Paul Ekman dari Universitas of California di San Francisco (Goleman, 1995) (dalam M. Ali dan M. Asrori, 2004:63) ternyata ada bahasa emosi yang dikenal oleh bangsa-bangsa di seluruh dunia, yaitu emosi yang diwujudkan dalam bentuk ekspresi wajah yang didalamnya mengandung emosi takut, marah, sedih dan senang.

Daniel Goleman (2002: 411) suggests some kind of emotion that do not vary much with the two figures above, namely:
 a.  Anger: fury, rage, hate, annoyed, upset the liver
 b.  Sadness: bitter, sad, somber, gloomy, melancholy, self love, despair
 c.  Fear: anxiety, nervousness, worry, anxiety, feeling scared, wary, edgy, horror
 d.  Enjoyment: happiness, happy, cheerful, happy, cheerful, happy, amused, proud
 e.  Love: acceptance, friendship, trust, kindness, sense of close, devotion, respect, and affection
 f.  Surprised: gasped, surprised
 g.  Annoyed: contemptible, contempt, disgust, nausea, dislike
 h.  embarrassed: embarrassed, upset

C.     HUBUNGAN ATARA EMOSI DAN TINGKAH LAKU
         Fear or anger can cause people to tremble. In fear, a dry mouth, rapid heart beat, the swift flow of blood or blood pressure, and digestive system may change during the appearance of emotion. Emotional state that is fun and relaxed serve as auxiliaries to digest, while the displeasure will obstruct or interfere with the digestive process.
Inflammation in the stomach or stomach, diarrhea, and constipation are conditions that are known for the occurrence associated with emotional disorders. Normal emotional state is very beneficial for health. Emotional disorders can also cause difficulty in speaking. Emotional tension is quite a long time may cause a person stutters. Many situations that arise at school or in a group that can cause someone to be quiet.
 Melalui teori kecerdasan emosional yang dikembangkannya, Daniel Goleman (1995) (dalam M. Ali dan M. Asrori, 2004:64) mengemukakan sejumlah ciri utama pikiran emosional sebagai bukti bahawa emosi memainkan perasaan penting dalam pola berpikir maupun tingkah laku individu. Adapun cirri utama pikiran emosional tersebut adalah sebagai berikut:

1.      Respons dan Cepat Tetapi Ceroboh
Dikatakan bahwa pikiran yang emosional itu ternyata jauh lebih cepat daripada pikiran yang rasionalkarena pikiran emosional sesungguhnya langsung melompat bertindak tanpa mempertimbangkan apa pun yang akan di lakukannya. Karena kecepatannya itu sehingga sikap hati-hati dan proses analitis dalam berfikir di kesampingkan begitu saja sehingga tidak jarang menjadi ceroboh. Namun demikian di sisi lain, pemikiran emosional ini juga memiliki suatu kelebihan, yaitu membawa rasa kepastian yang sangat kuat dan di luar jangkauan norma sebagaimana yang dilakuakan oleh pikiran rasional. Misalnya, seseorang wanita yang karena sangat takut dan terkejutnya melihat binatang yang selama ini ditakutinya sehingga ia mampu melompat parit yang menurut ukuran pikiran rasional tidak mungkin dapat dilakukannya.
 
2.      Mendahulukan Perasaan Kemudian Pikiran
Pada dasarnya, pikiran rasional sesungguhnya membutuhkan waktu sedikit lama dibandingkan dengan pikiran emosional sehingga dorongan yang lebih dahulu muncul adalah dorongan hati atau emosi, kemudian dorongan pikiran. Dalam urutan respons yang cepat, perasaan mendahului atau minimal berjalan serempak dengan pikiran. Reaksi emosional gerak cepat ini lebih tampak menonjol dalam situasi-situasi yang mendesak dan membutuhkan tindakan penyelamatan diri. Keputusan model ini menyiapkan individu dalam sekejap untuk siap siaga menghadapi keadaan darurat. Disinilah keuntungan keputusan-keputusan cepat yang didahului oleh perasaan dan emosi. Namun demikian, di sisi lain ada juga reaksi emosional jenis lambat yang lebih dahulu melakukan penggodokan dalam pikiran sebelum mengalirkannya ke dalam perasaan. Keputusan model kedua ini sifatnya lebih sengaja dan biasanya individu lebih sadar terhadap gagasan-gagasan yang akan dikemukakannya. Dalam reaksi emosional jenis ini, ada suatu pemahaman yang lebih luas dan pikiran memainkan peranan kunci dalam menentukan emosi-emosi apa yang akan dicetuskannya.
 
3.      Memperlakukan Realitas sebagai Realitas Simbolik
Logika pikiran emosional yang disebut juga logika hati bersifat asosiatif. Artinya, memandang unsur-unsur yang melambangkan suatu realitas itu sama dengan realitas itu sendiri.  Oleh sebab itu, seringkali berbagai perumpamaan, pantun, kiasan, gambaran, karya seni, novel, film, puisi, nyanyian, opera, dan teater secara langsung ditujukan kepada pikiran emosional. Para ulama, penyiar agama, dan para guru spiritual termansyur ketika menyampaikan ajaran-ajarannya senantiasa berusaha menyentuh hati para pengikutnya dengan cara berbicara dalam bahasa emosi, dan mengejar melalui perumpamaan, fable, ibarat, dan kisah-kisah yang sangat menyentuh perasaan. Oleh karana itu, ajaran orang-orang bijak dengan cepat mudah dimengerti, dihayati, dan diterima oleh para pengikutnya. Jika dilihat dari sudut pandang pikiran rasional, sesungguhnya symbol-simbol dan berbagai ritual keagamaan tidak seemikian bermakna jika dibandingkan dengan sudut pandang pikiran emosional.

4.      Masa Lampau Diposisikan Sebagai Masa Sekarang
Dari sudut pandang ini, apabila sejumlah ciri suatu peristiwa tampak serupa dengan kenangan masa lampau yang mengandung muatan emosi maka pikiran emosional akan menanggapinya dengan memicu perasaan yang berkaitan dengan peristiwa yang diingat. Pikiran emosional bereaksi terhadap keadaan sekarang seolah-olah keadaan itu adalah masa lampau. Kesulitannya adalah terutama apabila penilaian terhadap masa lampau itu cepat dan otomatis, barngkali kita tidak menyadari bahwa yang dahulu memang begitu, ternyata sekarang sudah tidak lagi seperti itu. Dalam konteks ini, Sigmund Freud melukiskan dengan bagus sekali, yaitu bahwa seseorang yang pada masa kanak-kanak sering mendapat pukulan yang menyakitkan, setelah dewasa akan berreaksi terhadap hardikan atau kemarahan dengan perasaan yang sangat kuat atau kebencian., meskipun sebenarnya hardikan atau kemarahan itu tidak lagi menimbulkan ancaman seperti yang dialami pada masa lampau.

5.      Realitas yang Ditentukan oleh Keadaan
Pikiran emosional individu banyak ditentukan oleh keadaan dan didektekan oleh perasaan tertentu yang sedang menonjol pada waktu itu. Cara seseorang berfikir dan bertindak pada saat merasa senang dan romantis akan sangat berbeda dengan perilakunya ketika sedang dalam keadaan sedih, marah atau cemas. Dalam mekanisme emosi itu ada repertoar pikiran, reaksi, bahkaningatannya sendiri. Repertoar menjadi sangat menonjol pada saat disertai intensitas emosi yang tinggi.

Selain teori kecerdasan emosional yang dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan atau pengaruh emosi terhadap tingkah laku, ada juga sejumlah teori emosi yang yang lain yang juga menjelaskannya. Adapun teori-teori tersebut adalah sebagai berikut :



  1. Teori Sentral
Teori sentral ini dikemukaka oleh Walter B. Canon. Menurut teori ini, gejala kejasmanian termasuk tingkah laku merupakan akibat dari emosi yang di alami oleh individu. Jadi, individu mengalami perubahan-perubahan dalam jasmaninya. Dengan demikian menurut teori ini dapat dikatakan bahwa emosilah yang menimbulkan tingkah laku dan bukan sebaliknya.

  1. Teori Periperal
Teori ini dikemukakan oleh James dan Lange. Menurut teori ini dikatakan bahwa gejala-gejala kejasmanian atau tingkah laku seseorang bukanlah merupakan akaibat dari emosi, melainkan emosi yang di alami oleh individu itu sebagai akibat dari gejala-gejala kejasmanian. Menurut teori ini seorang bukan menangis karena sedih, tetapi karena menangis ia menjadi sedih. Seandainya seseorang tidak menangis , kemungkinan tidak akan teramat sedih. Dengan demikian menurut teori ini dapat dikatakan bahwa tingkah laku yang menimbulkan emosi dan bukan sebaliknya.

  1. Teori Kepribadian
Menurut teori ini emosi merupakan suatu aktifitas pribadi dimana pribadi ini tidak dapat dipisah-pisahkan. Oleh karena itu, emosi meliputi perubahan- perubahan jasmani.

  1. Teori kedaruratan Emosi
Teori ini dikemukakan oleh Cannon. Teori ini mengemukakan bahwa reaksi yang mendalam dari kecepatan jantung yang semakin bertambah akan menambah cepatnya aliran darah menuju ke urat-urat, hambatan pada pencernaan, pengembangan atau pemuaian kantung-kantung di dalam paru-paru dan proses lainnya yang mencirikan secara khas keadaan emosional seseorang, kemudian menyiapkan organisme untuk melarikan diri atau berkelahi, sesuai dengan penilain terhadap situasi yang ada oleh kulit otak ( Chaplin, 1989) (dalam M. Ali dan M. Asrori, 2004:67)




D.     KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN EMOSI REMAJA
        Secara tradisional masa remaja dianggap sebagai periode “badai dan tekanan”, suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Meningginya emosi terutama karena anak laki-laki dan perempuan berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru, sedangkan selama masa kanak-kanak ia kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan-keadaan itu.
          Tidak semua remaja mengalami masa badai dan tekanan. Namun benar juga bila sebagian besar remaja mengalami ketidak stabilan dari waktu ke waktu sebagai konsekuensi dari usaha penyesuaian diri pada pola prilaku baru dan harapan sosial yang baru. (Hurlock, 2002 :213).
Masa remaja merupakan masa peralihan antar masa anak-anak ke masa dewasa. Pada masa ini, remaja mengalami  perkembangan mencapai kematangan fisik, mental, social, dan emosional. Umumnya, masa ini berlangsung sekitar umur 13 tahun sampai 18 tahun, yaitu masa anak duduk di bangku sekolah menengah. Masa ini biasanya dirasakan sebagai masa sulit, baik bagi remaja sendiri maupun bagi keluarga, atau lingkungannya.
Karena berada pada masa peralihan antara masa anak-anak dan masa dewasa, status remaja agak kabur, baik bagi dirinya maupun bagi lingkungannya. Conny Semiawan (1989) (dalam M. Ali dan M. Asrori, 2004:67) mengibaratkan: terlalu besar untuk serbet, terlalu kecil untuk meja karena sudah bukan anak-anak lagi tapi juga belum dewasa. Masa remaja biasanya memiliki energi yang besar, emosi berkobar-kobar, sedangkan pengendalian diri belum sempurna. Remaja juga seringing mengalami perasaan tidak aman, tidak tenang dan khawatir kesepian.
Secara garis beasr, masa remaja dapt dibagi kedalam empat periode, yaitu periode praremaja, remaja awal, remaj tewngah, dan remaja akhir. Adapun karakteristik untuk setiap periode adalah sebagiamana dipaparkan berikut ini:
     
1.      Periode Praremaja
Selama periode ini terjadi gejala-gejala yang hamper sama antara remaja pria atau wanita. Perubahan fisik belum tampak jelas, tetapi pada remaja putrid biasanya memperlihatkan penambahan berat bdan yang cepat sehingga mereka merasa gemuk. Gerakan-gerakan mereka mulai menjadi kaku. Perubahan ini disertai sifat kepekaan terhadap rangsangan dari luar dan respons mereka biasanya berlebihan sehingga mereka mudah tersinggung dan cengeng, tetapi juga cepat merasa senang bahkan meledak-ledak.

2.      Periode Remaja Awal
Selama periode ini perkembangan fisik yang semaki tampak adalah perubahan fungsi alat kelamin. Karena perubahan alat kelamin semakin nyata, remaj sering mengalami kesukaran dalam menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan itu. Akibatnya, tidak jarang mereka cenderung menyendiri sehingga merasa terasing, kurang perhatian orang lain, atau bahkan merasa tidak ada orang yang mau mempedulikannya. Control terhadap dirinya bertambah sulit dan mereka cepat marah dengan cara-cara yang kurang wajar untuk meyakinkan dunia sekitarnya. Perilaku seperti ini sesungguhnya terjadi karena adanya kecemasan terhadap dirinya sendiri sehingga muncul dalam reaksi yang kadang-kadang tidak wajar.

3.      Periode Remaja Tengah
Tanggung jawab hidup yang harus semakin ditingkatkan oleh remaja, yaitu mampu memikul sendiri juga menjadi masalah tersendiri bagi mereka. Karena tuntutan tanggung jawab tidak hanya datang dari orng tua atau anggota keluarganyatetapi juga dari masyarakat sekitarnya. Tidak jarang masyarakat juga menjadi masalah bagi remaja. Melihat fenomena yang sering terjadi dalam masyarakat yang sering kali juga menunjukkna adanya kontradisi dengan nilai-nilai moral yang mereka ketahui , tidak jarang remaja mulai meragukan tentang apa yang disebut baik atau buruk. Akibatnya, remaja  sering kali ingin membentuk nilai-nilai mereka sendiri yang mereka anggap benar, baik, dan pantasn untuk dikembangkan di kalangan mereka sendiri. Lebih-lebih jika orang tua atau orang dewasa di sekitarnya ingin memaksakan nilai-nilainya agar dipatuhi oleh remaj tanpa disertai dengan alasan yang masuk akal menurut mereka.

4.      Periode Remaja Akhir
Selama periode ini remaja mulai memandang dirinya sebagai orang dewasa dan mulai mampu menunjukkan pemikiran, sikap, perilaku yang semakin dewasa. Oleh sebab itu, orang tua dan masyarakat mulai memberikan kepercayaan yang selayaknya kepada mereka. Interaksi dengan orang tua juga menjadi lebih bagus dan lancar karena mereka sudah memiliki kebebasa penuh seta emosinya pun mulai stabil. Pilihan arah hidup sudah semakin jelas dan mulai mampu mengambil pilihan dan keputusan tentang arah hidupnya secara lebih bijaksana meskipun belum bisa secar penuh. Mereka juga mulai memilih cara-car hidup yang dapat dipertanggungjawabkan terhadap dirinya sendiri, orang tua, dan masyarakat.

E.     POLA EMOSI REMAJA
     Pola emosi remaja adalah sama dengan pola emosi kanak-kanak. Jenis emosi yang secara normal dialami adalah cinta/kasih sayang, gembira, amarah, takut dan cemas, cemburu, sedih, dan lain-lain. Perbedaan yang terlihat terletak pada macam dan derajat rangsangan yang mengakibatkan emosinya, dan khususnya pola pengendalian yang dilakukan individu terhadap ungkapan emosi remaja.

a. Cinta atau kasih sayang
Faktor penting dalam kehidupan remaja adalah kapasitasnya untuk mencintai orang lain dan kebutuhannya untuk mendapatkan cinta dari orang lain. Kemampuan untuk menerima cinta  sama pentingnya dengan kemampuan untuk memberinya.Walaupun remaja bergerak ke dunia pergaulan yang lebih luas, dalam dirinya masih terdapat sifat kekanak-kanakanya. Remaja membutuhkan kasih sayang di rumah yang sama banyaknya dengan apa yang mereka alami pada tahun-tahun sebelumnya. Karena alasan inilah sikap menentang mereka, menyalahkan mereka secara langsung, mengolok-olok mereka pada waktu pertama kali karena mencukur kumisnya, adanya perhatian terhadap lawan jenisnya, merupakan tindakan yang kurang bijaksana.Tidak ada remaja yang dapat hidup bahagia dan sehat tanpa mendapatkan cinta dari orang lain. Kebutuhan untuk memberi dan menerima cinta menjadi sangat penting, walaupun kebutuhan-kebutuhan akan perasaan itu disembunyikan secara rapi. Para remaja yang berontak secara terang-terangan, nakal, dan mempunyai sikap permusuhan besar kemungkinan disebabkan oleh kurangnya rasa cinta dan dicintai yang tidak disadari. (Sunarto, 2002:152) Kebutuhan akan kasih sayang dapat diekspresikan jika seseorang mencari pengakuan dan kasih sayang dari orang lain, baik orang tua, teman dan orang dewasa lainnya. Kasih sayang akan sulit untuk dipuaskan pada suasana yang mobilitas tinggi. Kebutuhan akan kasih sayang dapat dipuaskan melalui hubungan yang akrab dengan yang lain. Kasih sayang merupakan keadaan yang dimengerti secara mendalam dan diterima dengan sepenuh hati, kegagalan dalam mencapai kepuasan kebutuhan kasih sayang merupakan penyebab utama dari gangguan emosional (Yusuf , 2005:206)

b. Gembira dan bahagia
Perasaan gembira dari remaja belum banyak diteliti. Perasaan gembira sedikit mendapat perhatian dari petugas peneliti dari pada perasaan marah dan takut atau tingkah problema lain yang memantulkan kesedihan. Rasa gembira akan dialami apabila segala sesuatunya berlangsung dengan baik dan para remaja akan mengalami kegembiraan jika ia diterima sebagai seorang sahabat atau bila ia jatuh cinta dan cintanya itu mandapat sambutan oleh yang dicintai. Perasaan bahagia ini dihayati secara berbeda-beda oleh setiap individu. Bahagia muncul karena remaja mampu menyesuaikan diri dengan baik pada suatu situasi, sukses dan memperoleh keberhasilan yang lebih baik dari orang lain atau berasal dari terlepasnya energi emosional dari situasi yang menimbulkan kegelisahan dirinya.

c. Kemarahan dan Permusuhan
 Sejak masa kanak-kanak, rasa marah telah dikaitkan dengan usaha remaja untuk mencapai dan memiliki kebebasan sebagai soerang pribadi yang mandiri. Rasa marah merupakan gejala yang penting diantara emosi-emosi yang memainkan peranan yang menonjolkan dalam perkembangan  kepribadian.

Dalam upaya memahami remaja, ada empat faktor yang sangat penting sehubungan dengan rasa marah.

1. Adanya kenyataan bahwa perasaan marah berhubungan dengan usaha manusia untuk memiliki dirinya dan menjadi dirinya sendiri. Selama masa remaja, fungsi marah terutama untuk melindungi haknya untuk menjadi independent, dan menjamin hubungan antara dirinya dan pihak lain yang berkuasa.

2. Pertimbangan penting lainnya ialah ketika individu mencapai masa remaja, dia tidak hanya merupakan subjek kemarahan yang berkembang dan kemudian menjadi surut, tetapi juga mempunyai sikap-sikap di mana ada sisa kemarahan dalam bentuk permusuhan yang meliputi kemarahan masa lalu. Sikap permusuhan berbentuk dendam, kesedihan, prasangka, atau kecendrungan untuk merasa tersiksa. Sikap permusuhan tanpak dalam cara-cara yang bersifat pura-pura; remaja bukannya menampakkan kemarahan langsung tetapi remaja lebih menunjukkan keinginan yang sangat besar.

3. Perasaan marah sengaja disembunyikan dan seringkali tampak dalam bentuk yang samar-samar. Bahkan seni dari cinta mungkin dipakai sebagai alat.

4. Kemarahan mungkin berbalik pada dirinya sendiri. Dalam beberapa hal, aspek ini merupakan yang sangat penting dan juga paling sulit dipahami. (Sunarto,2002:154)

d. Ketakutan dan Kecemasan
Menjelang anak mencapai remaja, dia telah mengalami serangkaian perkembangan panjang yang mempengaruhi pasang surut berkenaan dengan rasa ketakutannya. Beberapa rasa takut yang terdahulu telah teratasi, tetapi banyak yang masih tetap ada. Banyak ketakutan-ketakutan baru muncul karena adanya kecemasan dan rasa berani yang bersamaan dengan perkembangan remaja itu sendiri.
Remaja seperti halnya anak-anak dan orang dewasa, seringkali berusaha untuk mengatasi ketakutan yang timbul dari persoalan kehidupan. Tidak ada seorangpun yang menerjunkan dirinya dalam kehidupan dapat hidup tanpa rasa takut. Satu-satunya cara untuk menghindarkan diri dari rasa takut adalah menyerah terhadap rasa takut, seperti terjadi bila seorang begitu takut sehingga ia tidak berani mencapai apa yang ada sekarang atau masa depan yang tidak menentu.
 .Rasa takut yang disebabkan otoriter orang tua akan menyebabkan anak tidak berkembang daya kreatifnya dan menjadi orang yang penakut, apatis, dan penggugup. Selanjutnya sikap apatis yang ditimbulkan oleh otoriter orang tua akan mengakibatkan anak menjadi pendiam, memencilkan diri, tak sanggunp bergaul dengan orang lain (Willis, 2005:57)

e. Frustasi dan Duka cita
Frustasi merupakan keadaan saat individu mengalami hambatan-hambatan dalam pemenuhan kebutuhannya, terutama bila hambatan tersebut muncul dari dirinya sendiri. Konsekuensi frustasi. Dapat menimbulkan perasaan rendah diri.
Dukacita merupakan perasaan galau atau depresi yang tidak terlalu berat, tetapi mengganggu individu. Keadaan ini terjadi bila kehilangan sesuatu atau seseorang yang sangat berarti buat kita. Kalau dialami dalam waktu yang panjang dan berlebihan akan menyebabkan kerusakan fisik dan psikis yang cukup serius hingga depresi

F.      FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGERUHI PERKEMBANGAN EMOSI REMAJA
     Sejumlah penelitian tentang emosi anak menunjukkan bahwa perkembangan emosi mereka bergantung kepada faktor kematangan dan faktor belajar (Hurlock, 2002: 154). Reaksi emosional yang tidak muncul pada awal kehidupan tidak berarti tidak ada, reaksi tersebut mungkin akan muncul dikemudian hari, dengan berfungsinya sistem endokrin. Kematangan dan belajar terjalin erat satu sama lainnya dalam mempengaruhi perkembangan emosi.
Untuk mencapai kematangan emosi, remaja harus belajar memperoleh gambaran tentang situasi yang dapat menimbulkan reaksi emosional. Adapun caranya adalah dengan membicarakan pelbagai masalah pribadinya dengan orang lain. Keterbukaan, perasaan dan masalah pribadi dipengaruhi sebagian oleh rasa aman dalam hubungan social
.(Hurlock,2002:213).

Metode belajar yang menunjang perkembangan emosi antara lain (dalam Sunarto, 2002:158)
1. Learn by trial and error
Children learn by trial and error to express emotion in the form of behavior that gives the greatest satisfaction to him and reject behaviors that provide little satisfaction or not at all satisfying.

2. Learning by imitating
By way of observing things that arouse the emotions of others. Children react with emotion and expression methods similar to those observed.

3. Learn by likening himself
Children identify themselves with people who admire and have a strong emotional bond with him. Imitating the emotional reactions of others who are inspired by the same stimuli.

4. Learning through conditioning
With this method the object situation that initially failed to provoke an emotional reaction, can then be managed by the association. increasingly limited the use of conditioning methods on the development of a sense of likes and dislikes, after passing through childhood.

5. Training or studying under the guidance and supervision
With training, children are stimulated to react to stimuli that usually evoke pleasant emotions and prevented from reacting emotionally unpleasant.

Perkembangan emosi seseorang pada umumnya tamoak jelas pada perubahan tingkah lakunya. Perkembangan emosi remaja juga demikian hal nya. Kualitas atau flugtuasi gejala yang tampak dalam tingkah laku itu sangat tergantung pada tingkat flugtuasi emosi yang ada pada individu tersebut. Dalam kehidupan sehari-hari sering kita lihat beberapa tingkah laku emosional misalnya agresif, rasa takut yang berlebihan, sikap apatis, dan tingkah laku menyakiti diri, seperti melukai diri sendiri dan memukul mukul kepala sendiri.
Sejumlah factor yang mempengaruhi perkembangan emosi remaja adalah sebagai berikut:

1.      Perubahan Jasmani
Perubahan jasmani yang ditunjukkan dengan adany perubahan yang sangat cepat dari anggota tubuh. Pada taraf permulaan pertumbuhan ini hanya terbatas pada bagian-bagian tertentu saja yang mengakibatkan postur tubuh menjadi tidak seimbang. Ketidak seimbangan ini mempunyai akibat yang tar terduga pada perkembangan emosi remaja. Hormone-hormon tertentu mulai berfungsi sejalan dengan perkembanagn alat kelamin sehingga dapat menyebabkan rangsangan di dalam tubuh remaja dan sering kali menimbulkan masalah dalam perkembangan emosinya.

2.      Perubahan Pola Interaksi dengan Orang Tua
Pola asuh orang tua terhadap anak, termasuk remaja sangat berfariasi. Ada yang pola asuhnya menurut apa yang dinggap terbaik oleh dirinya sendiri aja sehingga ada sifat otoriter, mamanjakan anak, acuh tak acuh, tetapi ada juga yang dengan penuh cinta kasih. Perbedaan pola asuh orant tua ini dapt berpengaruh terhadap perbedaan perkembangan emosi remaja.

3.      Perubahan Interaksi dengan Teman Sebaya
Factor yang sering menimbulkan masalah emosi pada masa ini adalah hubungan cinta dengan teman lawan jenis. Pada masa remaja tengah, biasanya remaja benar-benar mulai jatuh cinta dengan teman lawa jenis. Gejala ini sebenarnya sehat bagi remaja, tetapi tidak jarang menimbulkan konflik atau gangguan emosi pada remaj jika tidak diikuti dengan bimbingan dari orang tua atau orang yang lebih dewasa.

4.      Perubahan Pandangan Luar
Ada sejumlah perubahanpandanagan dunia luar yang dapat menyebabkan konflik-konflikemosional dalam diri remaja, yaitu sebagai berikut:
a.       Sikap dunia luar terhadap remaja tidak konsisiten. Kadang mereka dianggap sudah dewasa tetapi tidak mendapat kebebasan penuh. Seringkali mereka dianggap anak kecil sehingga menimbulkan kejengkelan.
b.      Dunia luar menerapkan nilai-nilaiyang berbeda untuk remaja laki-laki dan perempuan. Kalau remaja laki-laki mempunyai banyak teman perempuan mereka dianggap popular.tetapi jika remaja putrid mempunyai bnayak teman laka-laki mereka dianggap tidak baik.
c.       Sering kali kekeosongan remaja dimanfaatkan oleh pihak luar yang tidak bertanggung jawab yaitu dengan cara melibatkan remaja pada kegiatan-kegiatan yang merusak dirinya dan melanggar nilai-nilai moral.

5.      Perubahab Interaksi dengan Sekolah.
Dalam pembarauan, para remaja sering terbentur pada nilai-nilai yang tidak dapat mereka terima atau yang sama sekali bertentanagan denagn nilai-nilai yang menarik bagi mereka. Pada saat itu timbullah idealisme untuk mengubah lingkungannya. Idealisme seperti ini tidak boleh diremehkan sebab idealisme yang dikecewakan dapat berkembang menjadi eosional yang kurang baik.


G.    UPAYA MENGEMBANGKAN EMOSI REMAJA DAN IMPLIKASI BAGI PENDIDIKAN
     Intervensi pendidikan untuk mengembangkan emosi remaja agar dapat mengembangkan kecerdasan emosional, salah satunya adalah dengan menggunakan intervensi yang dikemukakan oleh W.T Grant Counsortium tentang “ Unsur-unsur Aktif Program Pencegahan” yaitu sebagai berikut:

1.      Perkembangan ketrampilan emosional
            Cara yang dapat dilakukan adalah:
a.             Mengidentifikasi dan memberikan nama atau lebl perasaan.
b.            Mengungkapkan perasaan
c.             Menilai intensitas perasaan
d.            Mengelola perasaan
e.             Menunda pemuasan
f.             Mengendalikan dorongan hati
g.             Mengurangi setres
h.            Memahami perbedaan antara perasaan dan tindakan

2.      Pengembanagan ketrampilan kognitif
Cara yang dapat dilakukan adalah:
a.             Belajar melakukan dialog batin dengan cara untuk menghadapi dan mengatasi masalah atau memperkuat perilaku diri sendiri.
b.            Belajar membaca dan mensfsirkan isyarat-isyarat social, misalnya mengenali pengaruh social terhadap perilaku dan melihat diri sendiri dalam persepektif masyarakat yang leih luas.
c.             Belajar menggunakan langkah-langkah penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan, misalnya mengendalikan dorongan hati, menentukan sasaran, mengidentifikasi tindakan-tindakan alternative, dan memperhitungkan akibat yangakan timbul.
d.            Belajar memahami sudut pandang orang lain.
e.             Belajar memahami sopan santun, yaitu perilaku mana yang dapat diterima dan mana yang tidak.
f.             Belajar bersikap positif terhadap kehidupan.
g.             Belajar mengembangkan kesadaran diri, misalnya mengembangkan harapan-harapan yang realistis tentang diri sendiri.
  
3.      Pengembangan kecerdasan perilaku
Cara yang dapat dilakukan:
a.             Mempelajari keterampilan komunikasi nonverbal misalnya berkomunikasi dengan pandangan mata, ekspresi wajah, gerak-gerik, posisi tubuh dan lainnya.
b.            Mempelajari keteranpilan verbal misalnya mengajukan permintaan dengan jelas, mendeskripsikan sesuatu kepada orang lain dengan jelas, menanggapi kritik secara efektif, menolak pengaruh negative, mendengarka orang lain, dn ikut serta dalam kelompok-kelompok kegiatan positif yang banyak menggunakan komunikasi verbal.

Cara lain yang bisa digunakan untuk mengembangkan emosi remaja agar dapat memiliki kecerdasan emosional adalah dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang didalamnya terdapat materi yang dikembangkan oleh Daniel Goleman (1995) ( dalam M. Ali dan M. Asrori, 2004:74) yang kemudian diberi nama Self-Science Curriculum sebagaimana yang di paparkan sebagai berikut:
  1. Belajar mengembangkan kesadaran diri
  2. Belajar mengambil keputusan pribadi
  3. Blajar mengelola perasaan
  4. Belajar menangani setres
  5. Belajar berempati
  6. Belajar berkomunikasi
  7. Belajar membuka diri
  8. Belajar mengembangkan pemahaman
  9. Belajar menerima diri sendiri
  10. Belajar mengembangkan tanggungjawab pribadi
  11. Belajar mengembangkan ketegasan
  12. Mempelajari dinamika kelompok
  13. Belajar menyelesaikan kelompok


DAFTAR PUSTAKA

Mohamad Ali&Mohamad Asrori. (2004). Psikologi Remaja. Jakarta. PT. Bumi Aksara
Hurlock, E. (2002). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga
Sunarto & Agung, Hartono. (2002). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : PT. Rineka Cipta
Syamsudin, Abin M. (2005). Psikologi Kependidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Willis, Sofyan. (2005). Remaja dan Masalahnya. Bandung : Alfabeta
Yusuf, Syamsu (2004). Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung. Remaja Rosda Karya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar