Minggu, 09 Juni 2013

Konseling Realitas

KONSELING REALITAS


A.    PANDANGAN TENTANG MANUSIA
Glasser percaya bahwa setiap manusia memiliki kebutuhan psikologis yang secara terus menerus hadir sepanjang rentang kehidupan yang harus di penuhi, ketika seseorang mengalami masalah, hal tersebut di sebabkan oleh satu faktor , yaitu terhambatnya seseorang dalam memenuhi kebutuhan psikologisnya. Keterhambatan tersebut pada dasarnya karena penyangkalan terhadap realita yaitu kecenderungan seseorang untuk menghindari hal-hal yang menyenangkan (thompson ,et.al.,2004,p.111).mengacu pada teori hirarki kebutuhan yang di kemukakan oleh maslow, glasser mendasari pandanganya tentang kebutuhan manusia untuk di cintai dan mencintai , dan kebutuhan untuk  merasa berharga bagi orang lain.
Secara lebih rinci Glesser menjelaskan kebutuhan – kebutuhan dasar psikologis manusia, meliputi:
a.    Cinta
Salah satu kebutuhan psikologis manusia adalah kebutuhanya untu meresa memiliki atau terlibat diri dengan orang lain.kebutuhan ini di sebut dengan identity society, yang menekankan pentingnya hubungan personal. Contohnya persahabatan, acara perkumpulan tertentu, dan keterlibatan dalam organisasi kemahasiswaan.
b.   Kekuasaan
Kebutuhan akan kekuasaan (power) meliputi kebutuhan untuk berprestasi merasa berharga dan mendapatkan pengakuan.kebutuhan ini biasanya di ekspresikan melalui kompetisi dengan orang-orang di sekitar kita, memimpin, mengorganisir, menyelesaikan pekerjaan sebaik mungkin, meminta pendapat bagi orang lain, melontarkan ide dll.
c.    Kesenangan
Merupakan kebutuhan untuk merasa senang,bahagia.pada kanak-kanak terlihat dalam aktifitas bermain.kebutuhan ini muncul sejak dini,kemudian terus berkembang hingga   kepenatan, bersantai, melucu, humor, dsb.
d.   Kebebasan(freedom)
Kebebasan merupakan kebutuhan untuk merasakan kebebasan atau kemerdekaan dan tidak bergantung dengan orang lain.misalnya membuat pilihan (aktif pada organisasi kemahasiswaan), bergerak berpindah dari satu tempat ketempat lain, kebutuhan tersebut berbentuk universal, tetapi di penuhi dengan cara yang unik oleh masing-masing manusia.tingkah laku yang bertanggung jawab merupakan upaya manusia mengontrol ligkungan untuk memenuhi kebutuhan dan menghadapi realita yang di alami oleh kehidupannya.dalam proses pembentukan identitas individu mengembangkan keterlibatan secara emosional dengan orang lain.individu perlu  merasakan keterlibatan orang lain, kedekatan,  kehangatan psikologis, dan ikatan emosional. Jika kebutuhan psikologisnya sejak awal tidak terpenuhi, maka seseorang tidak mendapatkan pengalaman belajar bagaimana memenuhi kebutuhan psikologis dirinya atau orang lain. Belajar bagaimana bertingkah laku yang bertanggung jawab merupakan hal yang sangat penting bagi perkembangan anak untuk mencapai identitas suksesnya, anak memperoleh hal itu dengan cara terlibat dalam aktifitas yang memenuhi kebutuhanya melalui interaksi dengan orang tua nya.jika kebutuhan psikologi anak tidak terpenuhi sejak awal, maka seseorang tidak mendapatkan pengalaman belajar bagaimana memenuhi kebutuhan psikologis dirinya atau orang lain.
Dapat dirumuskan pandangan glasser tentang manusia adalah sebagai berikut:
1.       Setiap individu bertanggung terhadap kehidupanya.
2.      Tingkah laku seseorang merupakan upaya mengontrol lingkungan untuk memenuhi kebutuhannya.
3.      Individu di tantang untuk menghadapi realita tanpa mempedulikan kejadian-kejadian di masa lalu,serta tidak memberi perhatian pada sikap dan motivasi
4.      Setiap orang memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu pada masa kini.

B.     KONSEP DASAR
Pada dasarnya setiap individu terdorong untuk memenuhi kebutuhan dan keinginanya dimana kebutuhan bersifat unuversal pada semua individu sementara ke inginan bersifat unik pada masing-masing individu.
Teori kepribadian
Glasser berpandangan bahwa semua manusia memiliki kebutuhan dasar yaitu kebutuhan fisiologis dan psikologis. Perilaku manusia dimotivasi untuk memenuhi kedua kebutuhan tersebut. Kebutuhan fisiologis yang dimaksud adalah sama dengan pandangan ahli lain, sedangkan kebutuhan psikilogis manusia menurut glasser yang mendasar ada dua macam yaitu : (1) kebutuhan dicintai dan mencintai, dan (2) Kebutuhan akan penghargaan (George dan Cris-tiani, 1990). Kedua kebutuhan psikologis itu dapat digabung menjadi satu kebutuhan yang sangat utama yang disebut kebutuhan identitas (identity)
            Identitasnya merupakan cara seseorang melihat dirinya sendiri sebagai manusia dalam hubungannya dengan orang lain dan dunia luarnya. Setiap orang mengembangkan gambaran identitasnya ( identity image) berdasarkan atas pemenuhan kebutuhan psikologisnya. Anak yang berhasil menemukan kebutuhannya, yaitu terpenuhinya kebutuhan cinta dan penghargaan akan mengembangkan gambaran diri sebagai orang yang berhasil dan membentuk identitasnya dengan (success identity) sebaliknya jika anak yang gagal menemukan kebutuhannya, akan mengembangkan gambaran diri sebagai orang yang gagal dan membentuk identitasnya dengan identitas kegagalan (failure identity).
Untuk mengembangkan identitas keberhasilan, individu harus memiliki dua kebutuhan dasar yang dijumpai, yaitu (1) mengetahui bahwa setidaknya seseorang mencintainya dan dia mencintai setidaknya seorang, dan (2) memandang dirinya sebagai orang yang berguna selain secara simultan berkeyakinan bahwa orang lain melihatnya sebagai orang yang berguna. Kedua kebutuhan ini (cinta dan berguna) ada pada individu, bukan salah satunya.
 Kedua kebutuhan dasar ini ada dan terbentuk sejak masa kanak-kanak. sepanjang berinteraksi dengan orangtua atau pihak lain yang terdekatnya (significant others), anak mempelajari bagaimana mencintai dan menghargai orang lain. Anak pada mulanya mengamati bagaimana orangtuanya mencintai dan menghargai dirinya. Bermula dari pengalaman-pengalaman pnya dalam memperoleh cinta dan penghargaan dari orang tua itu anak akan merasakan apakah kebutuhannya tercapai atau tidak.
            Dengan demikian konseling Realitas sebagian besar memandang individu pada prilakunya, tetapi berbeda dengan behavioral yang melihat prilaku dalam konteks hubungan stimulus respon, dan berbeda pula dengan pandangan konsling berpusat pada person yang melihat prilaku dalam konteks venomenologis. Prilaku dalam pandangan konsling realitas adalah prilaku dengan standar yang obyektif yang dikatakan dengan "reality".


Teori kontrol
Penerimaan terhadap realita, menurut glasser harus tercermin dalam perilaku total(total behavior) yang mengandung empat komponen yaitu berbuat (doing), berpikir(thinking), merasakan (fiiling), dan menunjukan respon-respon fisiologis (phsysiology).
Glesser dalam corey (1991:524) menjelaskan bahwa secara langsung merubah cara kita merasakan terpisah dari apa yang kita lakukan dan pikirkan, merupakan hal yang sangat sulit dilakukan.meskipun demikian, kita memiliki kemampuan untuk apa yang kita lakukan dan pikirkan apapun yang mungkin bisa kita rasakan. Oleh karena itu, kunci untuk mengubah apa yang kita lakukan dan pikirkan apapun yang mungkin kita bisa rasakan.perilaku total terletak pada pemilihan untuk mengubah apa yang kita lakukan dan pikirkan. Sehingga tindakan dan pikiranlah yang berperan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan individu.
Ketika seseorang berhasil memenuhi kebutuhanya orang tersebut mencapai idetitas sukses.pencapaian identitas sukses ini terkait pada konsep 3R yaitu resposibility (bertanggung jawab), reality(realita) dan right(benar).
Konsep 3R
·         Responsibilty (tanggung jawab)
Adalah kemampuan individu untuk memenuhi kebutuhannya tanpa harus merugikan orang lain.
·         Reality (kenyataan)
Adalah kenyataan yang akan menjadi tantangan bagi individu untuk memenuhi kebutuhannya. Setiap individu harus memahami bahwa ada dunia nyata, di mana mereka harus memenuhi kebutuha-kebutuhan dalam rangka mengatasi masalahnya. Realita yang dimaksud adalah sesuatu yang tersusun dari kenyataan yang ada dan apa adanya.
·         Right (kebenaran)
Merupakan aturan atau norma-norma yang diterima secara umum, sehingga tingkah laku dapat diperbandingkan. Individu yang melakukan hal ini mampu mengevaluasi diri sehingga bila melakukan sesuatu melalui perbandingan tersebut dan ia merasa nyaman bila mampu bertingkah laku dalam tata cara yang diterima secara umum.



C.    PROSEDUR KONSELING
Untuk mencapai tujuan-tujuan konseling itu, ada prosedur yang harus diperhatikan oleh konselor realitas, yaitu:
1.      Berfokus pada personal
Prosedur utama adalah mengkomunikasikan perhatian konselor kepada klien. Perhatian itu ditandai oleh hubungan hangat dan pemahamannya ini merupakan kunci keberhasilan konseling. Keterlibatan yang dicapai konselor dapat menjadi fungsi kebebasan, bertanggung jawab dan otonomi pada klien.
2.      Berfokus pada perilaku
Konseling realitas berfokus pada perilaku tidak pada perasaan dan sikap. Konselor dapat meminta klien untuk “melakukan sesuatu menjadi lebih baik” dan bukan memita klien “merasakan yang lebih baik”. Antara perasaan dengan perilaku pada dasarnya memiliki hubungan.
3.      Berfokus pada saat ini
Konseling realitas memandang tidak perlu melihat masa lalu klien. Konselor tidak perlu melakukan eksplorasi terhadap pengalaman-pengalaman yang irrasional di masa lalunya, hal ini sejalan dengan tujuan konseling menurut Glasser ada 3 tahap, yaitu:
1)      Melihat perilakunya (yang terakhir) adalah yang tidak realistik
2)      Menolak perilaku klien yang tidak bertanggung jawab
3)      Mengajarkan cara yang terbaik menemukan kebutuhannya dalam dunia riil.
4.    Pertimbangan nilai
Konseling realitas menganggap pentingnya melakukan pertimbangan nilai. Klien perlu menilai kualitas perilakunya sendiri apakah perilakumya itu bertanggung jawab, rasional, realistik dan benar atau sebaliknya. Penilaian perilakunya oleh diri klien akan membantu kesadarannya tentang dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif atau mencapai identitas keberhasilan.
5.      Pentingnya perencanaan
Kesadaran klien tentang perilakunyayang tidak brertanggung jawab harus dilanjutkan dengan perencanaan untuk mengubahnya menjadi perilaku yang bertanggung jawab. Konseling realitas beranggapan konseling harrus mampu menyusun rencana-rencana yang realistik sehingga tingkah lainnya menjadi lebih baik, menjadi orang yang memiliki identitas keberhasilan. Untuk mencapai hal ini konselor bertugas membantu klien untuk memperoleh pengalaman berhasil pada tingkat-tingkat yang sulit secara progresif.
6.      Komitmen
Klien harus memiliki komitmen atau keterikatan untuk melaksanakan rencana itu. Komitmen ditunjukkan dengan kesediaan klien sekaligus secara riil melaksanakan apa yang direncanakan. Konselor terus menyakinkan klien bahwa kepuasan atau kebahagiaanya sangat ditentukan oleh komitmen pelaksanaan rencana-rencananya.
7.      Tidak menerima dalih
Ketika klien melaporkan alasan-alasan kegagalan ini, sebaliknya konselor menolak menerima dalih/ alasan-alasan yang dikememukakan klien. Justru saat itu konselor perlu membuat reencana dan membuat komitmen baru untuk melaksanakan upaya lebih lanjut. Yang lebih penting bagi konselor adalah menanyakan apa rencana lebih lanjut dan kapan mulai melaksanakannya.
8.      Menghilangkan hukuman
Konseling realitas tidak memperlakukan hukuman sebagai tteknik pengubahan perilaku. Hukuman yang biasanya dilakukan dengan kata-kata yang mencela dan menyakitkan hati klien harus dihilangkan, setidaknya dalam hubungan konseling. Glesser menganjurkan agar klien tidak dihikum dalam bentuk apa pun dibiarkan belajar mendapatkan konsekuensi secara wajar dari perilakunya sendiri.

D.    PROSES KONSELING
Pendekatan ini melihat konseling sebagai proses rasional yang menekankan pada perilaku sekarang dan saat ini. Artinya, konseli ditekankan untuk melihat perilakunya yang dapat diamati dari pada motif-motif bawah sadarnya. Dengan demikian, konseli dapat mengevaluasi apakah perilakunya tersebut cukup efektif dalam memenuhi kebutuhanya atau tidak. Jika dirasa perilaku-perilaku yang ditampilkan tidak membuat konseli merasa puas, maka konselor mengarahkan konseli untuk melihat peluang-peluang yang dapat di lakukan dengan merencanakan tindakan yang lebih bertanggung jawab. Perilaku yang bertanggung jawab merupakan perilaku-perilaku yang sesuai denan kenyataan yang dihadapi, oleh Glasser disebut sebagai penerimaan terhadap realita. Dengan demikian, dapat membantu  konseli mengatasi tekanan-tekanan dan permasalahan yang dialaminya.
Menurut Glasser, hal-hal yang membawa perubahan sikap dari penolakan ke penerimaan relaitas yang terjadi dalam proses konseling adalah (Corey, 1991:533-536) :
·         Konseli dapat mengeksplorasi keinginan, kebutuhan, dan apa yang dipersepsikan tentang kondisi yang dihadapinya. Disini konseli terdorong untuk mengenali dan mendefinisikan apa yang mereka inginkan untuk memenuhi kebutuhannya. Setelah mengetahui apa yang diinginkan, konseli lalu mengevaluasi apakah yang ia lakukan selama ini memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut.
·         Konseli fokus pada perilaku sekarang tanpa terpaku pada permasalahan masa lalu. Tahap ini merupakan keadaran konseli untuk memahami bahwa kondisi yang dialaminya bukanlah hal yant bisa dipungkiri. Kemudian mereka mulai menentukan alternative apa saja yang harus dilakukan. Disini konseli mengubah perilaku totalnya, tidak hanya sikap dan perasaan, namun yang diutamakan adalah tindakan dan pikiran.
·         Konseli mau mengevaluasi perilakunya, merupakan kondisi dimana konseli membuat penilaian tentang apa yang telah ia lakukan terhadap dirinya berdasarkan sistim nilai yang berlalaku di masyarakat. Apakah yang ia lakukan dapat menolong dirinya atau sebaliknya, apakah hal itu bermanfaat, sudahkah sesuai dengan aturan, dan apakah realistis atau dapat dicapai. Mereka menilai kualitas perilakunya, sebab tanpa penilaian pada diri sendiri, perubahan akan sulit terjadi, Evaluasi ini mencakup seluruh komponen perilaku total.
·         Konseli menetapkan perubahan yang dikehendakinya dan komitmen terhadap apa yang telah direncanakan. Rencana-rencana yang telah ditetapkan harus sesuai dengan kemampuan konseli, bersifat konkrit atau jelas bagian mana dari perilakunya yang akan dirubah, realistis dan melibatkan perbuatan posstif. Rencana itu juga harus dilakukan berulang-ulang.

E.     TAHAP-TAHAP KONSELING
Proses konseling dalam Pendekatan realitas berpedoman pada dua unsur utama, yaitu penciptaan kondisi lingkungan yang kondusif dan beberapa prosedur yang menjadi pedoman untuk mendorong terjadinya perubahan pada konseli. Secara praktis, Thompson, et. Al. (2004:115-120) mengemukakan delapan tahap dalam Konseling Realita.
Tahap 1 : Konselor Menunjukkan Keterlibatan dengan Konseli (Be Friend)
Pada tahap ini, konselor mengawali pertemuan dengan bersikap otentik, hangat, dan menaruh perhatian pada hubunganyang sedang di bangun, konselor harus dapat melibatkan diri pada konseli dengan memperlibatkan sikap hangat dan ramah. Hubungan yang terbangun antara konselor dan konseli sangat penting, sebab konseli akan terbuka dan bersedia menjani proses konseling jika dia merasa bahwa konselornya terlibat, bersahabat, dan dapat dipercaya. Oleh karena itu, penerimaan yang positif adalah sangat esensial agar proses konseling berjalan efektif.
Menunjukkan keterlibatan dengan konseli dapat ditunjukkan dengan perilaku attending. Perilaku ini tampak pada kontak mata (menatap konseli), ekspresi wajah (menunjukkan minatnya tanpa di buat-buat), duduk dengan sikap terbuka (agak maju kedepan dan tidak bersandar), poros tubuh agak condong dan diarahkan ke konseli, melakukan respon refleksi, memperhatikan perilaku nonverbal konseli, dan melakukan respons parafrase.
Selsain itu, konselor menunjukkan sikapbersahabat. Pada tahap awal, umumnya konseli menunjukkan tidak membutuhkan bantuan konselor, terlebih bila konseli tidak datag dengan sukarela, Meskipau konseli menunjukkan ketidaksenangan, marah, atau bersikap tidak berkenan, dan sebagainya, Konselor harus tetap menunjukkan sikap ramah da sopan, tetap tenang, dan tidak mengintimidasi konseli. Kalimat yang diungkapkan konselor harus menunjukkan konselor bersahabat dengan konseli. Respon yang diungkapkan juga tidak mengekspresikan apa yang sedang dilakukan oleh konseli pada saat itu, tetapi menunjukkan kekuatan dan fleksibilitas konseli, bukan kelemahan dan kekuatan konseli. Mengapa? Karena pada dasarnya konseli bukan sedang marah pada konselor. Oleh karena itu, respon konselor harus mengandung muatan bahwa ia sedang menyampaikan terkadang marah bukanlah sebuah kesalahan, sebab dalam keadaan tertentu, marah kadang menjadi pilihan. Berikut adalah contoh respons yang menunjukkan sikap diatas.
Konseli      :  “Sebenarnya saya tidak perlu bantuan Ibu, saya sudah tahu apa yang akan ibu sarankan kepada saya. Percuma lah bu, buang-buang waktu saja. Lagi pula selama ini juga tidak ada yang peduli dengan saya….”
Konselor    :  “Saya bisa membantu Anda kalau Anda bersedia mendiskusikan hal tersebut dengan saya.”
Konselor juga perlu menunjukkan bahwa ia bertekad membantu konseli. Konseling realita selalu berpedoman bahwa perilaku total (total behavior) hampir selalu dipilih. Karenanya perilaku yag lebih efisien dan lebih membantu diperlukan bagi konseli yang sedang menghadapi masalah.
Konseli      :  “Ibu pasti mengira bahwa depresi yang saya alami hanya bersifat sementara….”
Konselor    :  “Tidak pernah terpikir dalam benak saya Anda akan mengalami hal itu selamanya,”
Keterlibatan dengan konseli juga dapat ditunjukkan dengan sikap antusias. Konseli akan merasa bahwa ia benar-benar akan dibantu oleh konselor apabila konselor selalu menunjukkan sikap antisias. Sikap antusias juga menggambarkan pemandangan konselor yang optimis terhadap konseli. Selain itu, sikap antusias menunjukkan bahwa konselor benar-benar terlibat dan mau melibatkan diri dalam proses konseling.
Hal yang penting sekali dalam proses konseling, konselor juga harus bersikap genuine. Melalui proses konseling, konseli belajar bahwa mental yang sehat kehidupan akan menjadi lebih baik jika relasi antar manusia didasari saling keterbukaan dan apa adanya dari pada bersikap pura-pura dan manipulasi. Oleh karena itu, bersikap jujur dan berterus terang dengan konseli juga sangat penting.
Konselor juga tidak menghakimi konseli atau tidak memberi penilaian atas apa yang telah dilakukan konseli.  Dengan demikian, konselor dapat memahami apapun yang telah dilakukan konseli, merupakan pilihan terbaik yang dilakukannya pada saat itu. Dalam konteks ini, biasanya konseli berharap konselor akan mendiskusikan keberhasilan konseli. Hal ini berarti konselor mengajak konseli untuk melihat kebutuhan lain yang ada dalam dirinya daripada berkutat pada permasalahan yang dialami yang pada dasarnya bersifat sementara. Meskipun pada tahap-tahap konseling selanjutnya, konseli akan dihadapkan pada pokok permasalahan yang sedang dialaminya.
Konseli      :  “Sudah satu tahun ini saya mengenal putaw dan merasa tenang setelah mengkonsumsinya.”
Konselor    :  “Kapan terkhir kali Anda pernah tidak menggunakan putaw dan tetap merasa tenang?”
Tahap 2 :Fokus pada Perilaku Sekarang
Setelah konseli dapat melibatkan diri kepada konselor, maka konselor menanyakan pada konseli apa yang akan dilakukannya sekarang. Tahap kedua ini merupakan eksplorasi diri bagi konseli. Konseli mengungkapkan ketidaknyamanan yang ia rasakan dalam menghadapi permasalahannya. Lalu konselor meminta konseli mendeskripsikan hal-hal apa saja yang telah dilakukan dalam menghadapi kondisi tersebut. Secara rinci tahap ini melipuhti :
·         Eksplorasi “picture album” (keinginan), kebutuhan dan persepsi
·         Menanyakan keinginan-keinginan konseli
Konselor    :  “Saya akan membantu Anda jika Anda bersedia mendiskusikan apa yang sedang Anda alami.”
Konseli      :  “Saya baik-baik saja kok.”
Konselor    :  “saya juga berharap seperti itu, tapi mungkin ada yang ingin Anda sampaikan dengan kedatangan Anda ke sini.”
Konseli      :  “Sudah satu tahun belakangan saya mengenal putaw dan merasa tenang setelah menkomsumsinya.”
Konselor    :  “Apa yang Anda inginkan dengan mengkonsumsi putaw ?”
Konseli      :  “Kondisi keluarga membuat saya tertekan dan saya memperoleh ketenangan dengan mengkonsumsi putaw.”
·      Menanyakan apa yang benar-benar diinginkan konseli
Konselor    :  “Jadi Anda menginginkan ketenangan ? ketenangan yang bagaimana yang Anda inginkan?”
Konseli      :  “Saya pusing, setiap hari mendengarkan pertengkaran orang tua saya.”
Konselor    :  “Kamu ingin orang tuamu tidak selalu bertengakar?”
Konseli      :  “ ya … “
Koselor      :  Apa lagi yang benar-benar kamu inginkan ?”
·      Menanyakan apa yang terpikir oleh konseli tentang yang diinginkan orang lain dari dirinya dan menanyakan bagaimana melihat tersebut
Konselor    :  “Apa yang diinginkan orang tua dari Anda ?”
Konseli      :  “ Mereka ingin saya menjadi penurut, padahal saya begini karena mereka cuma sibuk bertengkar, tidak pernah memperhatikan saya…”
Pada tahap kedua ini konselor perlu mengatakan kepada konseli apa yang dapat dilakukan konselor, yang diinginkan konselor dari konseli, dan bagaimana konselor melihat situasi tersebut, kemudian membuat komitmen untuk konseling.
Tahap 3 : Mengeksplorasi Total Behavior Konseli
Menanyakan apa yang dilakukan konseli (doing), yaitu konselor menanyakan secara spesifik apa saja yang dilakukan konseli; cara pandang dalam Konseling Realita; akar permasalahan konseli bersumber pada perilakunya (doing), bukan pada perasaannya. Misal, konseli mengungkapkan setiap kali menghadapi ujian ia mengalami kecemasan yang luar biasa. Dalam pandangan Konseling Realita, yang harus diatasi bukan kecemasan konseli, tetapi apa saja yang telah dilakukannya untuk menghadapi ujian.
Tahap 4: Konseli Menilai Diri Sendiri atau Melakukan Evaluasi
Memasuki tahap keempat, konselor menanyakan kepada konseli apakah pilihan perilakunya tidak untuk menilai benar atau salah perilaku konseli, tetapi membimbing konseli untuk menilai perilakunya saat ini. Beri kesempatan kepada konseli untuk mengevaluasi, apakah ia cukup terbantu dengan pilihannya tersebut.
Pada tahap ini, respon-respon konselor diantaranya menanyakan apakah yang dilakukan konseli dapat membantunya keluar dari permasalahan atau sebaliknya. Konselor menanyakan kepada konseli apakah pilihan perilakunya itu didasari oleh keyakinan bahwa hal tersebut baik baginya. Fungsi konselor tidak untuk menilai benar atau salah perilaku konseli, tetapi membimbing konseli untuk menilai perilakunya saat ini. Beri kesempatan kepada konseli untuk mengevaluasi, apakah ia cukup terbantu dengan pilihannya tersebut. Kemudian bertanya kepada konseli apakah pilihan perilakunya dapat memenuhi apa yang menjadi kebutuhan konseli saat ini, menanyakan apakah konseli akan tetap pada pilihannya, apakah hal tersebut merupakan perilaku yang dapat diterima, apakah realitas, apakah benar-benar dapat mengatasi masalahnya, apakah keinginan konseli realistis atau dapat terjadi/dicapai , bagaimana konseli memandang pilihan perilakunya, sehuingga konseli dapat menilai apakah hal tersebut cukup membantunya, dan menanyakan komitmen konseli untuk mengikuti proses konseling.
Tahap 5: Merencanakan Tindakan yang Bertanggungjawab
Tahap ketika konseli mulai menyadari bahwa perilakunya tidak meyelesaikan masalah, dan tidak cukup menolong keadaan dirinya, dilanjutkan dengan membuat perencanaan tindakan yang lebih bertanggungjawab. Rencana yang disusun sifatnya spesifik dan konkret. Hal-hal apa yang akan dilakukan konseli untuk keluar dan permasalahan yang sedang dihadapinya.
Tahap 6: Membuat komitmen
Konselor mendorong konseli untuk merealisasikan rencana yang telah disusunnya bersama konselor sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan.
Tahap 7: Tidak Menerima Permintaan Maaf atau Alasan Konseli
Konseli akan bertemu kembali dengan konselor pada batas waktu yang telah disepakati bersama. Pada tahap ini konselor menanyakan perkembangan perubahan perilaku konseli. Apabila konseli tidak atau belum berhasil melakukan apa yang telah direncanaknnya, permintaan maaf konseli atas kegagalannya tidak untuk dipenuhi konselor. Sebaliknya, konselor mengajak konseli untuk melihat kembali rencana tersebut dan mengevaluasinya mengapa konseli tidak berhasil. Konselor selanjutnya membantu konseli merencanakan kembali hal-hal yang belum berhasil ia lakukan. Pada tahap ini sebaiknya konselor menghindari pertanyaan dengan kata "Mengapa" sebab kecenderungannya konseli akan bersikap defensive dan emncari-cari alas an.
Kondisi        :     Pada waktu yang telah disepakati (dua minggu setelah sesi sebelumnya)  konseli dating menemui konselor. Dalam proses konseling ia bercerita bahwa dalam waktu dua minggu ini ia tetap cemas ketika jam pelajaran matematika karena tidak dapat menjawab soal-soal latihan yang diberikan guru.
Contoh respon yang salah
Konseli         :     "Saya tetap merasa cemas saat pelajaran matematika, pelajarannya sulit …"
Konselor       :     "Mengapa kamu merasa sulit?"
Konseli         :     "Saya tidak pernah sempat untuk belajar karena PR saya banyak Bu …"

Contoh respon yang benar
Konseli         :     "Saya tetap merasa cemas saat pelajaran matematika, pelajarannya sulit …"
Konselor       :     "Kamu bisa menceritakan kepada saya hal-hal yang menghambat kamu tetap merasa sulit?"
Pada tahap ini, konselor  juga tidak memberikan hukuman, mengkritik dan berdebat, tetapi hadapkan konseli pada konsekuensi. Menurut Glasser, memberikan hukuman akan mengurangi keterlibatan konseli dan menyebabkan ia merasa lebih gagal. Saat konseli belum berhasil melakukan perubahan, hal itu merupakan pilihannya dan ia akan merasakan konsekuensi dari tindakannya. Konselor memberi pemahaman pada konseli, bahwa kondisinya akan membaik jika ia bersedia melakukan perbaikan itu. Selain itu, konselor jangan mudah menyerah. Proses konseling yang efektif antara lain ditunjukkan dengan seberapa besar kegigihan konselor untuk membantu konseli. Ada kalanya konseli mengharapkan konselor menyerah dengan bersikap pasif, tidak kooperatif, marah atau apatis, namun pada tahap inilah konselor dapat menunjukkan bahwa ia benar-benar terlibat dan ingin membantu konseli mengatasi permasalahannya. Kegigihan konselor dapat memotivasi konseli untuk bersama-sama memecahkan masalah.
Tahap8: Tindak lanjut
Merupakan tahap terakhir dalam konseling. Konselor dan konseli mengevaluasi perkembangan yang dicapai, konseling dapat berakhir atau dilanjutkan jika tujuan yang telah ditetapkan belum tercapai.

F.     TUJUAN KONSELING
Secara umum tujuan reality therapi sama dengan tujuan hidup, yaitu individu mencapai kehidupan dengan sukses identiti. Untuk itu dia harus bertanggung jawab, yaitu memiliki kemampuan mencapai kepuasan terhadap kebutuhan personalnya.
Layanan konseling ini bertujuan membantu konseli mencapai identitas berhasil. Konseli yang mengetahui identitasnya, akan mengetahui langkah-langkah apa yang akan ia lakukan di masa yang akan dating dengan segala konsekuensinya. Bersama-sama konselor, konseli dihadapkan kembali pada kenyataan hidup sehingga dapat memahami dan mampu menghadapi realitas.
Reality therapi adalah pendekatan yang didasarkan pada anggapan tentang adanya satu kebutuhan psikologis pada seluruh kehidupanya; Kebutuhan akan identitas diri, yaitu kebutuhan merasa unik, terpisah, dan berbeda dengan oranglain. Kebutuhan akan identitas diri merupakan pendorong dinamika prilaku yang berada di tengah-tengah berbagai budaya universal.
Kualitas pribadi sebagai tujuan konsling realitas adalah individu yang memahami dunia riel nya dan harus memenuhi kebutuhannya dalam kerangka kerja (Framework). Meskipun memandang dunia realitas antara individu yang satu dengan yang lain dapat berbeda tetapi realitas itu dapat diperoleh dengan cara membandingkan dengan orang lain. Oleh karena itu  konselor bertugas membantu klien bagaimana menemukan kebutuhannya.

G.    PERAN DAN FUNGSI KONSELOR
Konselor realitas didasarkan pada antisipasi bahwa klien menganggap sebagai orang yang bertangguna jawab kepada kebaikan dirinya sendiri. Konselor dapat memberikan dorongan, dengan jalan memuji klien ketika melakukan tindakan secara bertanggung jawab dan menunjukkan penolakannysa jika klien tidak melakukannya.
Glesser berkeyakinan bahwa pendidikan dapat menjadi kunci yang efektif bagi hubungan kemanusiaan, dia menyusun sebuah program untuk membatasi kesalahann dan kegagalan, dengan memasukkkannnya ke dalam kurikulum yang relevan, mengganti sistem disiplin hukuman, menciptakan pengalaman belajar, sehingga siswa dapat memaksimalkan pengalamanya menjadi berhasil, membuat motivasi dan tantangan, membantu siswa mengembangkan perilaku yang bertangguna jawab, dan menetapkan cara melibatkan orang tua dan masyarakat dalam kegiatan sekolah yang relevan.
Pendekatan reality therapy adalah aktif, membimbing, mendidik dan terapi yang berorientasi pada cognitive behavioral. Metode kontrak selalu digunakan dan jika kontrak terpenuhi maka proses konseling dapat diakhiri. Pendekatannya dapat menggunakan “mendorong” atau “menantang”. Jadi pertanyaan “what” dan “how” yang digunakan, sedangkan “why’ tidak digunakan. Hal ini sangat penting untuk membuat rencana terus sehingga klien dapat memperbaiki perilakunya.
Fungsi konselor dalam pendekatan atau realitas adalah melibatkan diri dengan konseli, bersikap direktif dan didaktik, yaitu berpean seperti guru yang mengarahkan dan dapat saja mengkonfrontasi, sehingga konseli mampu menghadapi kenyataan. Disini, terapis sebagai fasilitator yang membantu konseli agar bias menilai tingkah lakunya sendiri secara realistis.


DAFTAR PUSTAKA

Latipun. 2006. Psikologi Konseling. Malang: UMM Press

Gantina. Eka dan Karsih. 2011. Teori dan Teknik Konseling. Jakarta: PT Indeks

Tidak ada komentar:

Posting Komentar