Minggu, 09 Juni 2013

Pengertian Bimbingan dan Konseling

Pengertian Bimbingan Dan Konseling

A. Pengertian Bimbingan Dan Konseling
            Bimbingan dan konseling dilaksanakan “dari” manusia “untuk” manusia dan “oleh” manusia. Dari manusia, artinya pelayanan itu diselenggarakan berdasarkan hakikat keberadaan manusia dengan segenap dimensi kemanusiaannya. Untuk manusia, dimaksudkan bahwa pelayanan tersebut diselenggarakan demi tujuan-tujuan yang agung, mulia dan positif bagi kehidupan kemanusiaan menuju manusia seutuhnya, baik sebagai individu atau kelompok. Oleh manusia, mengandung pengertian penyelenggara kegiatan itu adalah manusia dengan segenap derajat, martabat dan keunikan masing-masing yang terlibat di dalamnya.
  1. Pengertian Bimbingan
Rumusan tentang bimbingan formal telah diusahakan orang setidaknya sejak awal abad ke-20, sejak dimulainya bimbingan yang diprakarsai oleh Frank Parson pada tahun 1980. Sejak itu rumusan demi rumusan tentang bimbingan bermunculan sesuai dengan perkembangan pelayanan bimbingan itu endiri sebagai suatu pekerjaan khas yang ditekuni oleh para peminat dan ahlinya.
Frank Parson, dalam Jones tahun 1951 merumuskan bahwa Bimbingan sebagai bantuan yang diberikan kepada individu untuk dapat memilih, mempersiapkan diri, dan memangku suatu jabatan serta mendapat kemajuan dalam jabatan yang dipilihnya itu.
Dari runusan-rumusan itu dapat disimpulkan bahwa Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja maupun dewasa. Agar orang yang di bimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri. Dengan memenfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.
  1. Pengertian Konseling
Istilah konseling berasal dari bahasa Latin, yaitu “consilium” yang berarti
“dengan” atau “bersama” yang dirangkai dengan “menerima” atau “memahami”. Dalam bahasa anglo-saxon konseling berasal dari “sellan” yang berarti “menyerahkan” atau “menyampaikan”.
            Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (klien) agar dapat teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien.
             Proses konseling pada dasarnya adalah usaha menghidupkan dan mendayagunakan secara penuh fungsi-fungsi yang minimal secara potensial ada pada diri klien. Jika fungsi ini berjalan dengan baik dapat diharapkan dinamika hidup klien akan kembali berjalan dengan wajar mengarah pada tujuan yang positif.

B. Istilah Penyuluhan Dan Konseling
                  Istilah konseling digunakan untuk menggantikan istilah ‘penyuluhan’ yang selama ini menyertai kata bimbingan. Istilah penyuluhan secara histories telah dipakai sejak tahu 1960-an.
Namun sejak tahun 1970-an muncul pemakaian istilah ‘penyuluhan’ yang sama sekali diluar pengertian konseling. ‘Penyuluhan’ dalam pengertiannya yang kemudian itu lebih mengarah pada usaha-usaha suatu badan, baik pemertintah maupun swasta untuk meningkatkan kesadaran, pemahaman, sikap dan ketrampilan warga masyarakat berkenaan dengan hal tertentu.  Akibatnya masyarakat akan menyama ratakan saja pengertian penyuluhan untuk konseling dan penyuluhan untuk arti lain itu.
                  Sejak tahun 1980-an gerakan bimbingan mulai digalakkan dengan penggunaan istilah konseling. Para pemakai istilah ini sengaja memakaikan untuk benar-benar menampilakan pelayanan yang sebenarnya dari usaha yang dimaksudkan itu. Lebih jauh digunakan untuk menggantikan istilah penyuluhan yang ternyata sudah dipakai secara lebih luas untuk pengertian yang lebih bersifat non-konseling.

C. Perkembangan Konsepsi Bimbingan dan Konseling
                        Di Negara-negara yang bimbingan dan konselingnya telah maju, terutama amerika serikat, perkembangan gerakan tentang bimbingan dan konseling yang memberikan makna berbeda terus berlangsung . Militer(1961) meringkaskan perkembangan bimbingan dan konseling kedalam lima periode.
                        Pada awal perkembangannya gerakan bimbingan yang diprakarsai oleh Frank Parson, pengertian bimbingan baru mencakup bimbingan jabatan. Pada tahap ini yang umumnya disebut sebagai periode parsoian, bimbingan dilihat sebagai usaha mengumpulkan berbagai keterangan tentang individu dan jabatan. Kedua jenis keteranagan itu kemudian dipasang dan dicocokkan yang pada akhirnya menemukan jabatan apa yang paling cocok untuk individu yang dimaksudkan.
Pada periode kedua, gerakan bimbingan lebih menekankan pada bimbingan pendidikan. Dalam tahap ini bimbingan dirumuskan sebagai suatu totalitas pelayanan yang secara keseluruhan dapat diintegrasiakan ke dalam upaya pendidikan. Pada kedua periode ini, rumusan tentang konseling belum dimunculkan.
Pada periode ketiga, pelayanan untuk penyelesaian diri mendapat perhatian utama. Pada periode ini disadari benar bahwa pelayanan bimbingan tidak hanya disangkut pautkan dengan usaha-usaha pendidikan saja, tidak pula hanya mencocokkan individu untuk jabatan-jabatan tertentu saja, melainkan juga bagi peningkatan kehidupan mental.
Periode keempat gerakan bimbingan menekankan pentingnya proses perkembangan individu. Pada periode ini pelayanan bimbingan dihubungkan dengan usaha individu untuk memenuhi tugas-tugas perkembangannya; membantu individu dalam mengembangkan potensi dan kemampuannya dalam mencapai kematangan dan kedewasaan menjadi tujuan yang utama.
Periode berikutnya, di tandai sebagai periode ke lima, tampak adanya dua arah yang berbeda, yaitu kecenderungan yang lebih menekankan pada rekonstruksi social(dan personal) dalam rangka membantu pemecahan masalah yang dihadapi individu. Pada dua tahap yang terakhir ini tampak tumpang tindihnya pengertian bimbingan dan konseling, yang satu dapat dibedakan dari yang lain, tapi tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

D. Tujuan Bimbingan dan Konseling.
                        Sejalan dengan perkembangannya konsepsi bimbingan dan konseling, maka tujuan bimbingan dan konseling pun mengalami perubahan, dari yang sederhana sampai ke yang lebih komprehensif. Perkembangan itu dari waktu ke waktu dapat dilihat pada kutipan dibawah ini:

… untuk membantu individu membuat pilihan-pilihan, penyesuaian-penyesuaian  dan interprestasi-interprestasi dalam hubungannya dengan situasi-situasi tertentu.
(Hamrin & Clifford, dalam jones 1951)

… untuk memperkuat fungsi-fungsi pendidikan.
( Bradshow, dalam Mc Daniel 1956)

… untuk membantu orang-orang menjadi insan yang berguana, tidak hanya sekedar mengikuti kegiatan-kegiatan yang berguna saja.
(Tiedeme, dalam Bernard & Fullmer 1969)

                        Dari perkembangan tujuan itu tampak bahwa tujuan umum bimbingan dan konseling adalah untuk membantu individu memperkembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap perkembangan dan predisposisi yang dimilikinya(seperti kemampuan dasar dan bakat-bakatnya), berbagai latar belakang yang ada (seperti latar belakang keluarga, pendidikan, status social ekonomi), serta sesuai dengan tuntutan positif lingkungannya.

E. Asas-asas Bimbingan dan Konseling
                        Pelayanan bimbingan dan konseling adalah pekerjaan professional. Sesuai dengan uraian tentang pemahaman, penanganan dan penyikapan(yang meliputi unsur-unsur kognitif, afeksi, dan perlakuan) konselor terhadap kasus, pekerjaan professional itu harus dilaksanakan dengan mengikuti kaidah-kaidah yng menjamin efisien dan efektivitas proses dan lain-lain.
                        Dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling kaidah-kaidah tersebut di kenal dengan asas-asas bimbingan dan konseling, yaitu ketentuan-ketentuan yang harus diterapkan dalam penyelenggaraan pelayanan itu.

1.      Asas kerahasiaan yaitu asas bimbingan dan konseling yang menuntut dirahasiakannya segenap data dan keterangan tentang konseli yang menjadi sasaran pelayanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh orang lain. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban penuh memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-benar terjamin.
2.      Asas kesukarelaan yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan konseli mengikuti/ menjalani pelayanan/ kegiatan yang diperlukan baginya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban
membina dan mengembangkan kesukarelaan tersebut.
3.      Asas keterbukaan yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli yang menjadi sasaran pelayanan/ kegiatan bersifat terbuka dan tidak berpura-pura, baik di dalam memberikan keteranagan tentang dirinya sendiri maupaun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban mengembangkan keterbukaan konseli.keterbukaan ini amat terkait pada terselenggaranya asas kerahasiaan dan adanya kesukarelaan pada diri konseli yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan. Agar konseli dapat terbuka, guru pembimbing terlebih dahulu harus ersikap terbuka dan tidak berpura-pura.
4.      Asas kegiatan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli yang menjadi sasaran pelayanan berpartisipasi secara aktif di dalam penyelenggaraan pelayanan/kegiatan bimbingan.Dalam hal ini guru pembimbing perlu mendorong konseli untuk aktif dalam setiap pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling yang diperuntukkan baginya.
5.      Asas kemandirian yaitu asas bimbingan dan konseling yang menunjukan pada tujuan umum bimbingan dan konseling, yakni: konseli sebagai sasaran pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi konseli-konseli yang mandiri dengan cirri-ciri mengenal dan menerima diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan dan mewujudkan diri sendiri. Guru pembimbing hendaknya mampu mengarahkan segenap pelayanan bimbingan dan konseling yang diselenggarakannya bagi berkembangnya kemandirian konseli.
6.      Asas kekinian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar objek sasaran pelayanan bimbingan dan konseling ialah permasalahan konseli dalam kondisinya sekarang. Pelayanan yang berkenan dengan “ masa depan atau kondisi masa lampau pun” dilihat dampak dan atau kaitannya dengan kondisi yang ada dan apa yang diperbuat sekarang.
7.      Asas kedinamisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar isi pelayanan terhadap sasaran pelayanan(konseli) yang sama kehendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelenjatuan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
8.      Asas keterpaduan yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar berbagai pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak lain, saling menunjukan, harmonis, dan terpadu. Untuk ini kerja sama antara guru pembimbing dan pihak-pihak yang berperan dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling perlu terus dikembangkan. Koordinasi segenap pelayanan/ kegiatan bimbingan dan konseling itu harus dilaksanakan sebaik-baiknya.
9.      Asas keharmonisan yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar segenap pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada dan tidak boleh bertentanagn dengan nilai dan norma yang ada, yaitu nilai dan norma agama, hukum dan peraturan, adapt istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan yang berlaku. Bukanlah pelayanan atau kegiatan bimbingan dan konseling yang dapat dipertanggung jawabkan apabila isi dan pelaksanannya tidak berdasarkan nilai dan nilai yang dimaksudkan itu. Lebih jauh, pelayanan dan kegiatan bimbingan dan knseling justru harus dapat meningkatkan kemampuan konseli
memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai dan norma tersebut.
10.  Asas keahlian yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah professional.Dalam hal ini,para pelaksana pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling hendaklah tenaga yang benar-benar ahli dalam bidang  bimbingan dan konseling.Keprofesionalan guru pembimbing harus terwujud baik dakam penyelenggaraan jenis-jenis pelayanan dan kegiatan dan konseling maupun dalam penegakan kode etik bimbingan dan konseling.
11.  Asas alih tangan kasus,yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas waktu permasalahan konseli mengalih tangankan permasalahan itu kepada pihak yang lebih ahli.Guru pembimbing dapat menerima ahli tangan kasus orang tua,guru-guru lain,atau ahli lain:dan demikian pula guru pembimbing dapat mengalih tangankan kasus kepada guru mata pelajaran/praktik dan lain-lain.
12.  Asas Tutwuri Handayani,yaitu menunjuk pada suasana umum yang hendaknya tercipta dalam rangka hubungan keseluruhan antara konselor dan klien.Lebih-lebih dilingkungan di sekolah,asas ini makin dirasakan keperluanya dan perlu dilengkapi dengan”ing ngarso sung tulodo,ing madya mangun karso”.Asas ini menuntut agar pelayanan bimbingan dan konseling tidak hanya dirasakan pada waktu klien mengalami masalah dan menghadap kepada konselor saja,namun diluar hubungan proses bantuan bimbingan dan konseling pun hendaknya dirasakan adanya dan manfaatnya pelayanan bimbingan dan konseling itu.

F. Kesalahpahaman dalam Bimbingan dan Konseling
            Uraian terdahulu mengemukakan bahwa pelayanan Bimbingan dan Konseling merupakan barang impor yang pengembangannya di Indonesia masih tergolong baru. Apabila untuk penggunaan istilah saja, terutama istilah penyuluhan dan konseling, masih belum ada kesepakatan semua pihak, maka dapat dimengerti kalau sampai sekarang masih banyak kesalah pahaman dalam bidang bimbingan dan konseling itu. Kesalah pahaman seperti itu lebih mungkin lagi terjadi mengingat pelayanan bimbingan dan konseling dalam waktu yang relative tidak begitu lama telah tersebar luas, terutama ke sekolah-sekolah, di seluruh pelosok tanah air. Kesalah pahaman yang sering dijumpai di lapangan antara lain adalah sebagai berikut:
1.      Bimbingan dan Konseling disamakan saja dengan atau dipisahkan sama sekali dari pendidikan.
Ada dua pendapat yang berkenaan dengan pelaksanaan bimbingan dan konseling. Pertama, pendapat yang mengatakan bahwa bimbingan dan konseling sama saja dengan pendidikan. Pendapat ini menganggap bahwa pelayanan khusus bimbingan dan konseling tidak perlu disekolah. Kedua, pendapat yang mengatakan bahwa pelayanan bimbingan dan konseling harus benar-bena dilaksanakan secara khusus oleh tenaga yang benar-benar ahli dengan perlengkapan(alat,tempat,dan sarana) yang benar-benar memenuhi syarat.
2.      Konselor di sekolah dianggap polisi sekolah.
Masih banyak anggapan bahwa peranan konselor di sekolah adalah sebagai polisi sekolah yang harus menjaga dan mempertahankan tata tertib, disiplin dan keamanan sekolah. Anggapan ini mengatakan “barang siapa diantara siswa-siswi melanggar peraturan dan disiplin sekolah harus berurusan dengan konselor”. Dapat dibayangkan bagaimana tanggapan siswa tehadap konselor yang mempunyai wajah seperti tersebut. Konselor dianggap sebagai “keranjang sampah”, yaitu tempat ditampungnya siswa-siswi yang rusak/ tidak beres, dilain pihak dianggap sebagai “manusia super”. Yang harus dapat mengetahui dan dapat mengungkapkan hal-hal yang muskil yang melatar belakangi suatu kejadian atau masalah.
3.      Bimbingan dan konseling dianggap semata-mata sebagai proses pemberian nasihat.
Bimbingan dan konseling bukan hanya bantuan yang berupa pemberian nasihat. Pemberian nasihat hanya merupakan sebagian kecil dari upaya-upaya bimbingan dan konseling. Pelayanan bimbingan dan konseling menyangkut seluruh kepentingan klien dalam rangka pengembangan pribadi klien secara optimal. Konselor juga harus melakukan upaya-upaya tindak lanjut serta mensinkronisasikan upaya yang satu dengan upaya yang lainnya sehingga keseluruhan upaya itu menjadi suatu rangkaian yang terpadu dan berkesinambungan.
4. Bimbingan dan Konseliung dibatasi pada hanya menangani masalah yang bersifat incidental.
                                    Memang sering kali pelayanan bimbingan dan konseling bertitik tolak dari masalah klien sekarang, yang sifatnya diadakan. Namun pada hakikatnya pelayanan itu sendiri menjangkau dimensi waktu yang lebih luas, sekarang, dan yang akan datang. Disamping itu konselor tidak lah seyogyanya menunggu saja klien datang dan mengemukakan masalahnya.
5.      Bimbingan dan Konseling dibatasi hanya untuk klien-klien tertentu saja.
Pelayanan bimbingan dan konseling bukan tersedia dan tertuju untuk klien-klien tertentu saja, tetapi terbuka untuk segenap individu ataupun kelompok yang memerlukannya. Jika pun ada penggolongan, maka penggolongan itu didasarkan atas klasifikasi masalah(seperti bimbingan dan konseling pendidikan, jabatan/pekerjaan, keluarga/perkawinan), bukan atas dasar kondisi klien(misalnya jenis kelamin, kelas social/ekonomi, agama, suku dan lain sebagainya).
6.      Bimbingan dan Konseling melayani “orang sakit” dan atau “kurang normal”.
Bimbinagan dan Konseling tidak melayani “orang sakit” dan “kurang normal”. Bimbingan dan konseling hanya melayani orang-orang normal yang mengalami masalah tertentu. Konselor yang memiliki kemampuan tinggi akan mampu mendeteksi dan mempertimbangkan lebih jauh tentang mantap atau kurang mantapnya fungsi-fungsi yang ada pada kliaen sehingga kliennya itu perlu dikirim pada dokter atau psikiater. Penanganan masalah oleh ahlinya secara tepat akan memberiakn jasmani yang telah kuat bagi keberhasilan pelayanan.
7.      Bimbingan dan Konseling bekerja sendiri.
Pelayanan bimbingan dan konseling bukanlah proses yang terisolasi,melainkan proses yang bekerja sendiri syarat dengan unsur-unsur budaya,social dan lingkungan.Oleh karenanya pelayanan bimbingan dan konseling tidak mungkin menyendiri.Konselor perlu bekerja sama dengan orang-orang yang diharapkan dapat membantu penanggulangan masalah yang sedang dihadapi oleh klien.Disekolah misalnya,masalah-masalah yang dihadapi oleh siswa tidak berdiri sendiri.Masalah itu sering kali saling terkait dengan orang tua siswa,guru dan pihak-pihak:terkait pula dengan berbagai unsur lingkungan rumah,sekolah dan masyarakat sekitarnya.
8.      Konselor Harus Aktif,Sedangkan Pihak Lain Pasif
 Sesuai dengan asas kegiatan,disamping konselor yang bertindak sebagai pusat penggerak bimbingan dan konseling,pihak lain pun,terutama klien,harus secara langsung aktif terlibat dalam proses tersebut.Lebih jauh,pihak-pihak lain hendaknya tidak membiarkan konselor bergerak dan berjalan sendiri.Mereka hendaknya membantu kelancaran usaha pelayanan itu.Pada dasarnya pelayanan bimbingan dan konseling adalah usaha bersama yang beban kegiatanya tidak semata-mata ditimpakan hanya kepada konselor saja.Jika kegiatan yang pada dasarnya bersifat usaha bersama itu hanya dilakukan oleh satu pihak saja,dalam hal ini konselor,maka hasilnya akan berkurang mantap,tersendat-sendat atau bahkan tidak berjalan sama sekali.
9.      Menggangap Pekerjaan Bimbingan dan Konseling Dapat Dilakukan Oleh Siapa Saja
Benarkah pekerjaan bimbingan dan konseling dapat dilakukan oleh siapa saja?jawabanya bisa “benar”dan busa pula “tidak”.”Benar”,jika bimbingan dan konseling dianggap sebagai pekerjaan yang mudah dan dapat dilakukun secara amatiran belaka.”Tidak”,jika bimbingan dan konseling dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip keilmuan(yaitu mengikuti filosofi,tujuan,metode dam asas-asas tertentu),dengan kata lain dilaksanakan secara professional.
10. Pelayanan Bimbingan Dan Konseling Berpusat Pada Keluhan Pertama Saja
            Pada umumnya usaha pemberian bantuan memang diawali dengan melihat gejala-gejala dan/atau keluhan awal yang disampaikan oleh klien.Namun demikian,jika pembahasan masalah itu dilanjutkan,didalam dan dikembangkan,sering kali ternyata bahwa masalah yang sebenarnya lebih jauh,lebih luas dan lebih pelik apa yang sekedar tampak atau disampaikan itu.Bahkan kadang-kadang masalah yang sebenarnya sama sekali lain dari pada yang tampak atau dikemukakan itu.Usaha pelayanan seharusnyalah dipusatkan pada masalah yang sebenarnya itu.Konselor tidak boleh terpukau oleh keluhan atau masalah yang pertama diasampaikan oleh klien.
11.Menyamakan Pekerjaan Bimbingan dan Konseling dengan Pekerjaan Dokter atau Psikiater
                  Memang dalam hal-hal tertentu terdapat persamaan antara bimbingan dan konseling dengan pekerjaan dokter,atau psikiater,yaitu sama-sama menginginkan klien atau pasien terbebas dari penderitaan yang dialaminya.Disamping itu,baik konselor maupun dokter atau psikiater,memakai teknik-teknik yang sudah teruji pada bidang pelayanannya masing-masing untuk mengungkapkan masalah klien/pasien,untuk melakukan prognosis dan diagnosis,dan akhirnya menetapkan cara-cara pengentasan masalah ataupun penymbuhannya.
12.Menggangap Hasil Pekerjaan Bimbingan dan Konseling Harus Segera Dilihat
                        Disadari bahwa semua menghendaki agar masalah yang dihadapi klien sesegera mungkin dapat diatasi,hasilnya pun hendaknya dapat dilihat dengan segera. Usaha-usaha bimbingan dan konseling bukanlah lampu aladin yang dalam sekekejap saja sudah dapat mewujudkan apa yang diminta.Usaha yang menyangkut aspek-aspek mental/psikologis dan tingkah laku tidaklah dapat didesak-desakkan atau dicepat-cepatkan sehingga lekas masak.
13.Menyamaratakan Cara Pemecahan Masalah bagi Semua Klien
                  Cara apapun yang akan dipakai untuk mengatasi masalah haruslah sesuai dengan pribadi klien dan berbagai hal yang terkait dengannya.Tidak ada suatu cara pun yang ampuh untuk semua klien dan semua masalah.Bahkan sering kali terjadi,untuk masalah yang sama pun cara yang dipakai perlu dibedakan.Masalah yang tampaknya”sama”setelah dikaji secara mendalam mungkin ternyata hakikatnya berbeda,sehingga diperlukan cara yang berbeda untuk mengatasinya. Pada dasarnya, pemakaian sesuatu cara tergantung pada pribadi klien, jenis dan sifat masalah, tujuan yang ingin dicapai, kemampuan petugas bimbingan konseling, dan saranan yang tersedia.   
14.  Memusatkan usaha Bimbingan dan Konseling hanya pada penggunaan instrumentasi bimbingan dan konseling(Misalnya tes, inventori, angket, dan alat pengungkap lainnya)
Perlu diketahui bahwa perlengkapan dan saranan utama yang pasti ada dan dapat dikembangkan pada diri konselor ialah ketrampilan pribadi. Dengan kata lain, ada dan digunakan instrument(test, inventori, angket, dan sebagainya itu) hanyalah sekedar pembantu. Kemudian alat-alat itu tidak boleh mengganggu, menghambat, ataupun melumpuhkan sama sekali usaha pelayanan bimbingan dan konseling. Oleh sebab itu, konselor hendaklah tidak menjadikan ketiadaan instrument seperti itu sebagai alasan atau dalih untuk mengurangi, apalagi tidak melaksanakan layanan bimbingan dan konseling sama sekali. Petugas bimbingan dan konseling yang baik akan selalu menggunakan apa yang dimiliki secara optimal sambil terus berusaha mengembangkan sarana-sarana penunjang yang diperlukan.
15.  Bimbingan dan Konseling dibataai pada hanya menangani masalah-masalah yang ringan saja.
Menetapkan suatu masalah berat atau ringan, tidaklah mudah. Suatu masalah mungkin tampaknya ringan, tetapi setelah dikaji dan diungkapkan berbagai sangkut pautnya, ternyata adalah berat. Sebaliknya suatu yang tampak berat, pelik, dan sebagainya, setelah dibahas dengan baik ternyata tidak merisaukan dan dapat diatasi dengan tidak perlu bersusah payah. Dalam hal ini memberikan sifat ringan atau berat kepada masalah yang dihadapi klien tidaklah perlu dan hal itu tidak akan membantu meringankan pemecahan masalah itu sendiri. Tanpa menyebut bahwa masalah yang dihadapi itu berat atau ringan, tugas bimbingan dan konseling ialah menanganinya dengan cermat dan tuntas.


 Daftar Pustaka

1.               Buku Syamsu,LN dan A. Yuntika Nurihson,2006, Landasan Bimbingan dan Konseling, Jakarta,PT Remaja rosdakarya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar